"Bloody Mary... Bloody Mary... Bloody Mary"
Pernah mendengar istilah Bloody Mary? Atau pernah ikut memainkan permainan Bloody Mary? - bukan, bukan nama sejenis cocktail ya.
Wanita di balik kisah urband legend, Bloody Mary (yang merupakan permainan masa kecil), sebenarnya mungkin lebih dibilang menyedihkan daripada menakutkan.
Sambil berdiri di kamar mandi yang gelap, diterangi oleh satu lilin, kamu cukup melihat ke cermin dan mengucapkan namanya tiga kali:
Bloody Mary, Bloody Mary, Bloody Mary. Sesosok hantu konon akan muncul, kadang-kadang menggendong bayi yang sudah mati dan dilain waktu ia akan meminta bayimu.
Bisa saja cerita rakyat mungkin dibuat-buat tapi sosok wanita di belakang cermin dan kisah Bloody Mary adalah kisah nyata, dan ia adalah seorang anggota kerajaan pada saat itu.
Ia dikenal kemudian sebagai Ratu Mary I, ratu pertama kerajaan Inggris, pemimpin legendaris yang sekarang dikenal sebagai Bloody Mary dilahirkan pada 18 Februari 1516 di Greenwich, Inggris di Istana Placentia.
|
Raja Henry VIII |
|
Catherine of Aragon |
Ia merupakan anak satu-satunya Raja Henry VIII dan Catherine dari Aragon, rasa minder yang dirasakan Mary atas dirinya sebagai seorang wanita dimulai pada usia 17 tahun ketika ayahnya membatalkan pernikahannya dengan ibunya, dengan alasan frustrasi karena sang istri tidak memberikan seorang putra sebagai pewaris tahta. Namun diluar itu Henry merasa jika pernikahannya 'suram dimata Tuhan'. Karena Catherine adalah seorang janda yang pernah dinikahi oleh kakak Henry, Arthur. Dengan menikahi Catherine, berarti Henry telah menentang ajaran Alkitab. Henry menganggap bahwa yang dilakukannya ini adalah tindakan yang salah dan pernikahannya tidak pernah sah di mata Tuhan.
Perpisahan orang tuanya membuat Mary muda benar-benar terpisah dari ibunya dan dilarang mengunjunginya lagi.
|
Anne Boleyn |
Raja melanjutkan untuk menikahi pelayan mantan istrinya, Anne Boleyn, yang juga mengecewakannya dengan memberinya seorang anak perempuan yang lain, Elizabeth. Khawatir kalau Mary dapat mengganggu masa depan Elizabeth, Boleyn mendesak Parlemen untuk menyatakan Mary tidak sah sebagai pewaris, dan ia pun berhasil.
Kelak Boleyn dipenggal kepalanya oleh suaminya karena melakukan pengkhianatan, tetapi pada saat itu pencemaran pada nama Mary telah terjadi, dan Mary pun berada di barisan terakhir untuk tahtanya. Meski pada akhirnya Mary tetap menjadi Ratu melalui sebuah kudeta terhadap Lady Jane Grey (yang hanya berkuasa menjadi ratu Inggris selama 9 hari). Dan kelak Elizabeth pun menjadi ratu menggantikan Mary.
Sejak masa remajanya, Mary telah menderita sakit menstruasi yang parah dan ketidakteraturan dalam siklusnya, yang akan dikaitkan dengan stres fisik dan psikologisnya di kemudian hari.
Mary juga memiliki periode melankolia dan depresi yang akan terus dialami sepanjang hidupnya yang relatif singkat.
Terlepas dari segala rintangan dan penderitaan yang menimpanya, Mary akhirnya naik takhta pada tahun 1553 di usia 37 dan segera menikah dengan Philip of Spain dengan harapan memiliki seorang ahli waris.
|
Phillip II of Spain dan Mary I |
Meskipun menunjukkan gejala-gejala kehamilan pada umumnya, termasuk pembengkakan payudara dan perut yang terus tumbuh, publik tetap curiga terhadap keberuntungan ratu baru mereka, dan tidak butuh waktu lama, desas-desus tentang kehamilan palsu mulai menyebar.
Di masa itu tidak ada yang namanya tes kehamilan dan dimana dokter tidak bisa menyelidiki ratu/raja yang tengah berkuasa, hanya waktu yang akan mengatakan apakah rumor ini benar atau tidak. Hingga waktunya kelak tiba, orang-orang Inggris dan Spanyol mengawasi Mary dengan mata tajam.
Maka mereka pun menunggu. Dengan cara tradisional dimasanya, Mary ditempatkan di kamarnya, dimana dia 'dikurung' selama enam minggu sebelum prediksi kelahirannya yang diduga pada tanggal 9 Mei 1954.
Meskipun hari yang ditunggu itu tiba, tapi tidak dengan bayinya, dia dan para pelayannya mengatakan mungkin saja itu salah perhitungan. Tanggal persalinanlah yang harus disalahkan, mereka pun memutuskan menentukan prediksi kelahiran yang baru yaitu pada bulan Juni, sebulan kemudian.
Namun, gosip hampir segera menyebar ke seluruh negeri, dengan beberapa mengatakan Ratu mereka telah melahirkan seorang anak laki-laki, dan yang lain menyatakan bahwa bayinya meninggal saat melahirkan, dan ada juga yang mengatakan jika perut buncit Ratu adalah gejala tumor, bukan kehamilan.
Meskipun dunia gosip berkembang di sekelilingnya, satu hal dapat dipastikan, sekitar akhir Mei, perut Mary mulai menyusut.
Tidak dapat menjelaskan atau memahami apa yang terjadi pada tubuhnya, dia terus menunggu ketika orang-orang di sekitarnya perlahan-lahan kehilangan harapan.
Juni dan Juli datang dan pergi ketika dokternya memperpanjang tanggal lahir lebih jauh. Pada bulan Agustus, Mary akhirnya meninggalkan kamarnya, tanpa seorang bayi. Saat itu Mary mengalami depresi yang sangat hebat.
Dia meyakini bahwa Tuhan menghukumnya karena gagal dalam misi yang ingin dia capai hanya beberapa bulan sebelumnya.
Pada saat kehamilan Mary, orang-orang Inggris terpecah antara Protestan dan Katolik. Mary, bertekad untuk menyatukan orang-orangnya di bawah "agama sejati" di negerinya, ia mengambil tindakan dengan membuat suatu keputusan sesaat sebelum Natal pada tahun 1554 di mana sekitar 240 pria dan 60 wanita dihukum karena sebagai penganut Protestan. Mereka dihukum dengan cara dibakar. Disitulah Mary mendapatkan julukan "Bloody Mary" selamanya,
Kasus Mary tetap menjadi salah satu kasus
pseudocyesis yang paling terkenal, atau "kehamilan palsu".
Suatu kondisi yang langka dan misterius, pseudocyesis terjadi, dengan kata lain, ketika seseorang yang bertekad untuk menjadi hamil, sebenarnya "mengelabui" tubuh mereka sendiri untuk meyakini bahwa itu adalah kehamilan, karena penampilan gejala fisik yang sama, dan bahkan penghentian siklus menstruasi.
Kemungkinan lain dalam kasus Mary adalah
hiperplasia endometrium, yang merupakan penebalan dinding rahim yang di beberapa kasus bisa menjadi pelopor kanker rahim, yang ditandai dengan riwayat ketidakteraturan menstruasi Mary yang dialami seumur hidupnya.
Bertahun-tahun kemudian, Mary mengumumkan dirinya hamil lagi, meskipun kali ini bahkan suaminya sendiri tetap tidak yakin. Namun diiyakinkan oleh tanda-tanda kehamilan yang akurat, tapi fakta kemudian mengatakan jika Mary saat itu telah memasuki menopause, dan sekali lagi tidak ada bayi.
|
Mary I |
Mary meninggal dunia pada 17 November 1558 di usia 42 tahun, kemungkinan karena kista ovarium atau kanker rahim.
Meskipun Mary menyatakan bahwa dia ingin dimakamkan di sebelah ibunya, tapi ia dikebumikan di Westminster Abbey pada tanggal 14 Desember, yang kelak akan berdampingan dengan saudarinya Elizabeth I.
Sampai hari ini, kisah Bloody Mary, yang sesungguhnya berasal dari julukan Ratu Inggris, Mary, namanya masih bisa terdengar sampai hari ini, dilantunkan oleh anak-anak khususnya di dunia 'barat' di kamar mandi gelap dan hanya diterangi satu cahaya lilin, mereka berharap bisa melihat hantu yang menakutkan tanpa pemahaman tentang kisah nyata Bloody Mary yang sesungguhnya.
Jadi awalnya bukan cerita horor, tapi cerita yg sedih banget.
ReplyDeleteNyesek baca ini secara klo mens ku juga ga karuan sakitnya , dan ada riwayat endometriosis ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
ReplyDelete