Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book

Image
Sebagian dari kita pasti sudah tahu cerita The Jungle Book, dengan tokoh anak kecil bernama Mowgli yang merupakan karya  terkenal Rudyard Kipling. The Jungle Book menceritakan kisah Mowgli: seorang anak laki-laki yang ditinggalkan oleh orang tuanya dan dibesarkan oleh serigala. Dimana dia hidup dan dibesarkan dalam dunia  hewan. Dia tidak pernah belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia lain. Kisah terkenal Kipling, yang keudian diadaptasi menjadi  film keluarga oleh Walt Disney, memiliki pesan yang membangkitkan semangat tentang penemuan jati diri dan harmoni antara peradaban manusia dan alam.  Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa kisah itu didasarkan pada peristiwa nyata yang tragis. Namanya Dina Sanichar, yang dikenal juga dengan sebutan “the Indian wolf-boy”, seorang anak laki-laki liar yang hidup pada abad ke-19 dan dibesarkan oleh serigala—banyak yang percaya bahwa Dina adalah inspirasi sebenarnya di balik The Jungle Book. Tapi perlu dicatat, meskipun...
loading...

Kisah Cinta Marguerite Alibert - Seorang Wanita Malam Yang Menjadi Seorang Putri Dan Seorang Pembunuh


Marguerite Marie Alibert yang dikenal sebagai Maggie Meller,  Marguerite Laurent, atau Princess Fahmy, adalah seorang sosialita Perancis. Dia memulai karirnya sebagai seorang pelacur di Paris pada tahun 1916. Marguerite kemudian memiliki hubungan romantis dengan Pangeran Wales ( Edward VIII).
Namun ia kemudian menikah dengan bangsawan  Mesir bernama Ali Kamel Fahmy Bey, yang kemudian memberinya gelar 'Princess' oleh media saat itu. Namun di tahun 1923, Marguerite membunuh suaminya di Hotel Savoy London. Tapi Marguerite kemudian akhirnya dibebaskan dari segala tuduhan pembunuhan setelah diadili di pengadilan Old Bailey. Namun kisah perselingkuhannya dengan Pangeran Wales menjadi bahan  untuk buku The Prince, the Princess and the Perfect Murder.

Mari kita lebih mengenal lagi sosok Marguerite Alibert. Masih ingin terus membaca? Tenang aja, nggak serem kok.

Siapa sih Marguerite Alibert?

Marguerite Marie Alibert lahir pada 9 Desember 1890, di Paris dari seorang ayah bernama Firmin Alibert, yang merupakan seorang kusir, dan ibunya bernama Marie Aurand, seorang pembantu rumah tangga.
Adik laki-lakinya yang berusia empat tahun, mati ditabrak truk. Dan yang menyedihkan, orang tuanya menyalahkan Marguerite  atas kematian adiknya karena seharusnya  Marguerite bisa menjaga adiknya pada saat itu. Orang tuanya lalu mengirim Marguerite ke asrama Sisters of  Mary.
Pada usia 15 tahun, biarawati di asrama menempatkan Marguerite disebuah rumah dimana ia bertugas sebagai asisten rumah tangga. Dan pada usia 16 tahun, ia diusir dari asrama karena ia ketahuan tengah hamil dari seorang pria yang tidak dikenal. Marguerite melahirkan seorang anak perempuan bernama Raymonde.

Marguerite dan Andre Meller

Pada tahun 1907, Marguerite bertemu dengan seorang pria bernama Andre Meller.  Saat itu, Marguerite berumur 17 tahun, dan Meller berusia 40 tahun. Andre Meller merupakan pria kaya yang dicintai Marguerite.  Meller kemudian membelikannya sebuah apartemen. Marguerite mengklaim jika ia dan Meller telah menikah, sehingga ia kemudian mengganti namanya menjadi Maggie Meller. Tetapi pada kenyataannya, Meller secara teknis masih menikah dengan istri pertamanya.  Tapi hubungan Marguerite dan suaminya harus berakhir pada 1913.

Pernikahannya dengan Charles Laurent

Marguerite mulai 'mencari nafkah' dengan merayu orang-orang kaya dan ternyata hasilnya lumayan.  Dia menerima banyak pernak-pernik berharga dan hadiah saat bersama Andre Meller - tetapi itu tidak cukup baginya.  Marguerite kemudian menemukan suami 'resmi' pertamanya, Charles Laurent, pada tahun 1919. Kemudian ia mengganti namanya menjadi Marguerite Laurent.

Pernikahan itu sebenarnya bukan yang diinginkan oleh mereka berdua sehingga pernikahan itu berakhir hanya enam bulan saja, tetapi Marguerite mencapai tujuan akhirnya - uang tunjangan yang besar.  Dari uang itu, ia bisa membayar apartemennya, juga kandang kuda, mobil, dan pelayan.

Hingga suatu hari dia bertemu dengan Madame Denant yang mengelola Maison de Rendezvous, sebuah rumah bordil yang melayani pelanggan kelas atas. Dibawah asuhan Denant, Marguerite menjadi seorang pelacur kelas atas.

Hubungan dengan Pangeran Wales

Pada tahun 1917, Marguerite dipertemukan dengan pria yang kelak menjadi kisah cinta terbesarnya, yaitu Pangeran Edward VIII di Hôtel de Crillon Paris. Saat  itu pangeran Edward tengah bertugas sebagai pasukan Inggris di Perancis selama Perang Dunia I sebagai pasukan Grenadier Guards di Front barat. Dikisahkan, saat itu Pangeran Edward  telah kehilangan keperjakaannya oleh seorang pelacur yang "dipinjamkan" dari  temannya.  Teman-teman Edward memutuskan bahwa sang pangeran yang saat itu berusia 23 tahun perlu memiliki pengalaman seksual yang  lengkap, sehingga diperlukan seorang wanita yang "terlatih dan berpengalaman."

Seorang teman Edward yang telah mengetahui tentang Marguerite, sudah mengatur rencana untuk mempertemukan keduanya. Mereka memiliki hubungan asmara selama sekitar satu tahun - sampai Edward benar benar tidak menginginkannya lagi.

Bangsawan Mesir, Ali Kamel Fahmy Bey

Ali Kamel Fahmy Bey, seorang bangsawan dari Mesir yang mendapat gelar 'Bey' yang sama artinya dengan 'Lord', pertama kali bertemu Marguerite Laurent pada tahun 1921. Namun pertemuan resmi mereka terjadi tahun 1922.

Ali Fahmy Bey mulai tergila-gila dengan Marguerite ketika dia pertama kali bertemu dengannya di Mesir saat Ali tengah menemani seorang pengusaha. Ali kemudian melihat Marguerite lagi beberapa kali di Paris dan mereka akhirnya secara resmi diperkenalkan pada Juli 1922.  Kemudian Ali kembali ke Mesir, tetapi, segera setelah itu, Ali mengundang Marguerite ke Kairo  dengan berpura-pura sakit dan mengatakan kepadanya bahwa 'dia tidak bisa hidup tanpanya'.

Mereka kemudian menikah pada bulan Desember 1922 dan menikah secara  Islam pada bulan Januari 1923.

Namun saat  Marguerite menikahi Ali, Marguerite memiliki dua syarat yang diminta,  yaitu bahwa dia tetap diizinkan untuk memakai pakaian 'barat'-nya, dan Marguerite minta untuk diizinkan jika ingin menceraikannya. Sebagai gantinya, dia akan masuk Islam (dan dengan demikian menerima warisannya).  Tepat sebelum pernikahan, surat perjanjian dikeluarkan - namun Ali menambahkan syarat darinya yang memungkinkan dia untuk bisa memiliki istri lagi.

Pernikahan antara Marguerite dan Ali tidaklah mengejutkan ketika pernikahan mereka tidak bahagia.  Seorang wanita yang cerdik, mandiri, dan sensual seperti Marguerite tidak akan pernah menjadi istri muslimah yang sholehah dan patuh, seperti yang diinginkan Ali Fahmy.  Pasangan itu berkelahi seperti kucing dan anjing, kadang-kadang di depan umum.  Bahkan pernah dikisahkan jika Marguerite mempermalukan suaminya dengan perilakunya.
Ali Fahmy Bey

Pada 9 Juli 1923, pasangan itu menghadiri pertunjukan "The Merry Widow" di London.  Setelah mereka kembali ke hotel, mereka bertengkar hebat, dan Ali meninggalkan kamar selama beberapa jam.  Sekitar jam 2 pagi, terdengar ada suara tiga tembakan dari kamar mereka - Marguerite menembak suaminya, dengan menggunakan pistol Browning kaliber 32 yang disimpannya di bawah bantalnya. Ia menembak bagian leher, kepala dan punggung suaminya.
Ali sempat dilarikan ke rumah sakit Charing Cross Hospital namun ia meninggal karena lukanya satu jam kemudian. Marguerite pun ditangkap.

Persidangan dibuka pada hari Senin 10 September 1923 dengan sejumlah besar orang yang mengantri untuk masuk, termasuk beberapa yang telah menunggu sejak sebelum fajar.  Persidangan berlangsung hingga Sabtu 15 September.
Orang-orang antusias untuk melihat persidangannya, sampai beberapa diantara mereka bahkan rela membayar tempat duduk di ruang sidang.  Sebagian besar mereka ingin tahu karena pekerjaan Marguerite sebelumnya sebagai pelacur - dan hubungannya dengan keluarga kerajaan Inggris - persidangannya menjadi semacam peristiwa penting.
Selama persidangan, Marguerite menunjukkan dirinya sebagai korban "kebrutalan dan kebiadaban" dari "suaminya yang berasal dari Timur".  Marguerite dibela oleh Edward Marshall Hall, salah satu pengacara Inggris paling terkenal pada zaman itu. Hakim pengadilan melarang penyebutan masa lalu Marguerite sebagai pelacur, hanya untuk memastikan bahwa nama Pangeran Wales tidak pernah disebut sebagai bagian dari bukti selama persidangan.  Pada saat yang sama, Ali dideskripsikan sebagai "monster bejat dari Timur, yang selera seksualnya menunjukkan amoral terhadap istri Eropanya yang tak berdaya".  Marguerite pun dibebaskan dari semua tuduhan.

Setelah kematian suaminya dan pembebasan atas pembunuhannya, Marguerite kembali ke Paris untuk menjalani sisa hidupnya.  Dia memainkan bagian-bagian kecil dalam film dan terus memikat pria kaya sampai akhirnya dia mundur dari sorotan publik.  Dia meninggal pada usia 80 tahun, dan masih menyandang nama belakang  suaminya.

Dia telah sukses membuat kisah cintanya menjadi bisnis. Setelah dia meninggal, cucu laki lakinya mengetahui  bahwa gaya hidup mewah  Marguerite didanai oleh uang tunjangan dari lima pria yang berbeda.

Kisah dibelakang layar persidangan

Bertahun-tahun sebelum dia membunuh suaminya, Marguerite telah mencoba memeras Pangeran Edward dengan mengklaim bahwa dia telah menyimpan semua surat 'memalukan' yang telah sang pangeran kirimkan kepadanya.  Sebelum persidangan pembunuhan, taktik pemerasannya kembali dimainkan.

Menurut penulis Andrew Rose, yang menulis buku tentang kisah cintanya:

"Kami pikir ada sekitar 20 surat ... yang sangat tidak layak. Pangeran mengatakan hal-hal tentang perang yang mungkin disalahartikan, ia juga membuat pernyataan kasar tentang ayahnya, dan pada umumnya ada konten seksual di dalamnya.  Itu bukan jenis surat yang dia ingin dunia tahu."
Ketika Marguerite diadili atas suaminya, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di belakang layar persidangannya. Surat-surat yang dipegangnya dari Pangeran Edward, pastinya akan sangat merusak citra keluarga kerajaan Inggris, dan mereka siap melakukan apa saja untuk menghindari cerita dari masyarakat.  Ada persetujuan yang dibuat dengan para pejabat di pengadilan, dan masa lalunya tidak diperkenankan untuk diungkit selama persidangannya - dan nama Pangeran Edward dilarang untuk disebut.

Sebagai gantinya, mereka menggambarkan mendiang suaminya sebagai sosok yang keji (dan rasis) sehingga dewan juri menerima dan membebaskannya


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pengakuan Beth Thomas: "Child of Rage,' Seorang Anak Psikopat Yang Mengaku Ingin Membunuh Orang Tuanya

Dark Disney: Kisah Original Di Balik Cerita Klasik Disney - Sleeping Beauty

Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book