Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book

Image
Sebagian dari kita pasti sudah tahu cerita The Jungle Book, dengan tokoh anak kecil bernama Mowgli yang merupakan karya  terkenal Rudyard Kipling. The Jungle Book menceritakan kisah Mowgli: seorang anak laki-laki yang ditinggalkan oleh orang tuanya dan dibesarkan oleh serigala. Dimana dia hidup dan dibesarkan dalam dunia  hewan. Dia tidak pernah belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia lain. Kisah terkenal Kipling, yang keudian diadaptasi menjadi  film keluarga oleh Walt Disney, memiliki pesan yang membangkitkan semangat tentang penemuan jati diri dan harmoni antara peradaban manusia dan alam.  Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa kisah itu didasarkan pada peristiwa nyata yang tragis. Namanya Dina Sanichar, yang dikenal juga dengan sebutan “the Indian wolf-boy”, seorang anak laki-laki liar yang hidup pada abad ke-19 dan dibesarkan oleh serigala—banyak yang percaya bahwa Dina adalah inspirasi sebenarnya di balik The Jungle Book. Tapi perlu dicatat, meskipun...
loading...

'Kreatifitas' Ed Gein, Yang Mengerikan

"When I see a pretty girl walking down the street, I think two things. One part wants to be real nice and sweet, and the other part wonders what her head would look like on a stick"
Ed Gein

Sekitar tahun 1950-an, penangkapan Ed Gein dan bukti bukti yang ditemukan di rumahnya, sangat menggemparkan publik saat itu. Tentu saja, apa yang ia lakukan tidak kalah mengerikannya dengan para pembunuh lainnya. Lantas seperti apa bentuk kejahatan Ed Gein?
Lamiscorner mencoba untuk sedikit berbagi kisah tersebut.

Kisah Ed Gein adalah sumber inspirasi dari novel Robert Bloch yang berjudul Psycho pada tahun 1959, yang kemudian diadaptasi ke dalam film dengan judul yang sama oleh  Alfred Hitchcock.


Fakta mengejutkan dari kekejaman Ed Gein adalah memenggal kepala korbannya (meski beberapa dari korbannya adalah jenazah yang ia curi dari kuburan setempat), mutilasi dan mengawetkan organ organ tubuh korbannya ke dalam toples serta membuat barang barang rumah tangga yang terbuat dari kulit korbannya sebenarnya juga sumber inspirasi dari film The Texas Chainsaw Massacre ataupun The Silence of  The Lamb.

Sebenarnya sosok kejam Ed Gein sama halnya dengan para penjahat ataupun pembunuh berantai pada umumnya adalah diawali dari perjalanan hidup masa kecilnya.
Sungguh ini seharusnya menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua, bahwa perlakuan apapun yang kita berikan kepada anak kita, kelak, itulah yang akan selalu terkenang dalam benaknya dimasa yang akan datang.

Sebelum kamu membaca lebih jauh dari kisah Ed Gein, sudahkah kamu memeluk dan mencium putra putrimu hari ini?

Siapakah Ed Gein?

Ed bernama asli Edward Theodore Gein yang lahir pada 27 Agustus 1906, di La Crosse, Wisconsin. Ayahnya, George, adalah seorang pemabuk. Ed kecil lebih banyak dibawah pengawasan dan asuhan ibunya, Augusta.

Augusta, dikenal sebagai sosok relijius dan fanatik. Ed memiliki seorang kakak bernama Henry, yang sama sama tumbuh dan dibesarkan oleh sosok ibu puritan (yang memperjuangkan "kemurnian" doktrin dan tata cara peribadatan)

Augusta sebagai sosok ibu yang dominan dan mengurus rumah tangga, memperlakukan keluarganya dengan tangan besi, yang secara ideologis didasarkan pada pandangannya yang keras dan konservatif tentang kehidupan.  Augusta senang memberikan ceramah tentang dosa dan tentang bahayanya keinginan dan nafsu duniawi kepada kedua anak laki-lakinya sementara ayah mereka tumbang karena mabuk.
Augusta berkhotbah kepada anak laki-lakinya tentang imoralitas dunia, bahaya mabuk, dan keyakinannya bahwa semua wanita (kecuali dirinya sendiri) adalah perantara iblis. Dia selalu menyediakan waktu setiap sore untuk membacakan Alkitab kepada anak anaknya, biasanya memilih ayat-ayat dari Perjanjian Lama tentang kematian, dan pembalasan ilahi.

Augusta membawa keluarganya pindah ke Plainfield pada tahun 1915, setelah suaminya menjual toko klontong miliknya. Ed saat itu baru berusia 9 tahun ketika mereka pindah ke tanah pertanian yang sunyi dan Ed  jarang sekali keluar rumah dengan alasan apa pun kecuali untuk sekolah.

Ed menjadi sosok yang pemalu, teman-teman sekelas serta guru-guru mengingatnya karena perilakunya yang aneh, seperti ketawanya yang random, seolah-olah dia menertawakan leluconnya sendiri.  Lebih buruknya lagi, sang ibu kerap kali menghukumnya setiap kali dia mencoba memiliki teman.  Meskipun kehidupan sosialnya buruk, tapi ia cukup berhasil di sekolah, terutama dalam membaca.
Rumah Ed Gein

Kematian Keluarganya 

Meskipun gelagat tingkah laku Ed yang aneh sudah mulai terlihat tapi masalah kesehatan mentalnya belumlah terbentuk sampai kelak kedua orang tuanya meninggal dunia. Pada tahun 1940, ketika Ed berusia 34 tahun, ayahnya meninggal karena serangan jantung dan juga karena kebiasaannya mengkonsumsi alkohol.

Paska kematian ayahnya,  Henry dan Ed melakukan berbagai pekerjaan sambilan untuk memenuhi kebutuhan hidup untuk membantu ibu mereka supaya mereka tidak dimarahi. Ed juga menjadi seorang pengasuh anak tetangga mereka. Yang tampaknya lebih mudah dikerjakan oleh Ed untuk bersosialisasi dengan anak anak ketimbang dengan orang dewasa.

Dikabarkan sang kakak, Henry, mulai berkencan, ia memiliki kekasih, seorang janda yang sudah memiliki anak. Henry berencana untuk membawa kekasihnya untuk tinggal di rumahnya. Tapi Henry mengkhawatirkan prilaku Ed yang terlalu memiliki keterikatan dengan ibunya.

Namun, pada tahun 1944, sebuah kecelakaan yang diduga membuat kehidupan Ed semakin parah.
Saat itu Ed dan Henry membakar semak-semak di lahan pertanian keluarga mereka dan tiba tiba saja kobaran api lebih cepat dan tak terkendali. Saat itu Ed melaporkan jika sang kakak menghilang saat kebakaran terjadi. Setelah melakukan pencarian, Henry ditemukan dalam posisi tertelungkup dan sudah meninggal dunia. Ada memar di dahinya. Tapi polisi saat itu tidak menyelidiki lebih lanjut dan mengatakan jika Henry meninggal karena kehabisan udara.

Kelak, ketika kejahatan Ed Gein terbongkar, aparat hukum dan para detektif amatir mulai bertanya tanya, ada apakah dibalik kebakaran besar itu. Ada dugaan jika Ed kemungkinan membunuh kakaknya sendiri.

Tapi, terlepas dari bagaimana kematian Henry bisa terjadi, Ed sekarang tinggal berdua saja dengan ibunya. Kehidupan Ed pada dasarnya hanya tumbuh bersama seorang ibu puritan yang telah menua yang selalu memberikan ceramah pada putra dewasanya tentang bahaya hasrat duniawi yang membuat Ed menjadi sosok yang ketakutan, cemas,  dan devosi yang memaksanya untuk tetap tinggal dan bertahan dalam lingkungan ini.

Ed tidak pernah meninggalkan rumah untuk bersosialisasi atau berkencan dengan siapa pun.  Dia sepenuhnya mengabdi kepada ibunya.

Hanya satu tahun kemudian, Augusta Gein meninggal dunia, tepatnya pada 29 Desember 1945, pada usia  67 tahun.
Menurut penulis buku Harold Schechter, mengatakan jika saat itu Ed "lost his only friend and one true love. And he was absolutely alone in the world."

Ini adalah awal dari sosok Ed Gein menjadi salah satu pembunuh mengerikan dari abad ke-20.

Pembunuhan pun dimulai

Ed pun tinggal sendirian di rumah yang cukup besar yang pernah dihuni orang tua dan kakak lelakinya. Dia menjaga kamar ibunya tetap bersih, ia menjaganya bagai tidak tersentuh, mungkin sebagai pengabdian terhadap ibunya yang telah meninggal.
Kamar Augusta Gein

Tapi disisi lain, bagian rumah lainnya sama sekali ia abaikan. Di mana-mana, sampah menumpuk.  Tumpukan barang-barang rumah tangga, perabotan, dan barang-barang menumpuk dipenuhi debu dan berkembang menjadi gundukan. Ed sendiri tinggal di sebuah kamar kecil dekat dapur.
Di masa kesendiriannya itu, ia mulai memiliki rasa ingin tahu tentang anatomi yang awalnya dia cukup puas dari buku buku yang dibacanya tentang masalah ini.
Salah satu ruangan di rumah Ed Gein

Secara kebetulan, tahap keingintahuan ini terjadi bersamaan dengan mulai menghilangnya beberapa penghuni  Plainfield, yang hilang begitu saja tanpa jejak.

Salah satunya adalah Mary Hogan, yang memiliki kedai Pine Grove - satu-satunya tempat yang rutin didatangi  Ed.

Di dalam Rumah Ed Gein

Bernice Worden juga dilaporkan hilang pada 16 November 1957. Toko tempat Bernice bekerja juga kosong.  Mesin kasir juga hilang dan ada jejak darah menuju ke pintu belakang.
Mary Hogan dan Bernice Worden

Putra Bernice, Frank Worden, adalah seorang wakil sheriff dan dia segera curiga pada Ed yang memiliki sifat tertutup.  Dia memfokuskan banyak penyelidikan awalnya secara eksklusif pada Ed, tidak lama  kemudian, Ed ditangkap di sebuah toko kelontong di West Plainfield.

Pihak berwenang kemudian mendatangi rumah Ed malam itu dan menemukan bukti yang kuat dan tak terbantahkan yang bahkan mungkin tidak pernah mereka duga akan mereka temui.

Selain menemukan mayat Worden yang telah termutilasi dan dalam posisi tergantung jungkir balik, petugas juga menemukan berbagai organ tubuh dalam stoples dan juga tengkorak yang digunakan sebagai mangkuk sup.

Tidak butuh terlalu banyak waktu untuk membuat Ed mengaku. Dia mengaku membunuh Worden dan juga Mary Hogan.  Ed juga mengaku melakukan pencurian jenazah dimana ia menggunakan beberapa mayat untuk beberapa kejahatannya yang paling aneh. Ed mengaku telah mendatangi pemakaman sebanyak 40 kali, tapi ia mengatakan jika ia melakukan itu dalam keadaan linglung. Dan 30 kali diantaranya, tiba tiba ia merasa sadar sedang berada di pemakaman, lalu ia kembali pulang dengan tangan kosong. Tapi 10 kali diantaranya, ia menggali kuburan dan mencuri jenazah dan membawanya pulang. Diantara jenazah itu adalah seorang wanita tua yang di pikir mirip seperti ibunya.

Ed membawa jenazah yang dicurinya ke rumah sehingga dia bisa mengekspresikan rasa ingin tahu anatominya pada tubuh.  Dia akan memotong berbagai bagian tubuh,dan bahkan membuat topeng, korset, ikat pinggang, stoking, jok kursi, kap lampu dan lain lain menggunakan kulit mereka.
Juga ditemukan tulang tulang manusia yang digunakan sebagai peralatan dapur.

Tapi Ed membantah ketika polisi bertanya apakah ia berhubungan seks dengan mayat (nekrofilia)? Ed mengatakan, "They smelled too bad".
Suasana rumah Ed Gein

Karena departemen kepolisian Plainfield memiliki banyak kasus orang hilang dan kejahatan yang tidak terpecahkan, mereka berusaha mati matian untuk menuduhkan semua kasus mereka kepada Ed, walau pada akhirnya tidak berhasil. Tidak tahu apakah Ed memang tidak mau mengakui kejahatan yang tidak dilakukannya ataukah Ed memang sengaja tidak ingin memberikan kemudahan begitu saja kepada para petugas dan tidak ingin membantu pekerjaan mereka.

Pengacaranya William Belter memberikan pembelaan terhadap dirinya dengan sanggahan tidak bersalah atas alasan kegilaan.  Pada Januari 1958, Ed dianggap tidak layak untuk diadili dan di rujuk ke Rumah Sakit Pusat Negara.

Pengadilan dan Kematian

10 tahun setelah Ed berada di Rumah Sakit Pusat Negara, dia dinyatakan layak untuk diadili.  November itu dia dinyatakan bersalah atas pembunuhan Bernice Worden.  Namun, karena Ed juga dinyatakan gila selama persidangan awal, sekali lagi, ia dirujuk ke Rumah Sakit Pusat Negara.

Pada 1974, Ed mengajukan upaya bebas pertamanya.  Karena ancaman bahaya bagi orang orang disekitarnya membuat permohonannya ditolak. Ia dalam kondisi cukup tenang jika ia tidak dalam suasana manic. Ed tidak terlalu menonjolkan diri dan tinggal sendirian saat berada dalam perawatan

Hanya saja, kesehatannya mulai memburuk menjelang akhir 1970-an barulah Ed meninggalkan Rumah Sakit Pusat Negara. Dia dipindahkan ke Mendota Mental Health Institute.  Disanalah ia meninggal karena kanker dan penyakit pernapasan pada 26 Juli 1984 di usia 77 tahun.

Para pencuri suvenir selalu mencuri potongan potongan kecil dari batu nisan Ed yang dimakamkan di Plainfield. Hingga akhirnya sekitar tahun 2000, batu nisan Ed benar benar menghilang. Tapi Juni 2001, nisannya telah ditemukan kembali dan disimpan di Waushara County Sheriff's Department. Kuburan Ed sendiri saat ini tidak memiliki tanda. Ia dimakamkan diantara, ayah, ibu dan kakaknya.

Comments

Popular posts from this blog

Menguak kisah Hello Kitty Murder

Pengakuan Beth Thomas: "Child of Rage,' Seorang Anak Psikopat Yang Mengaku Ingin Membunuh Orang Tuanya

Judith Barsi, Aktris Cilik Yang Tewas Dibunuh Ayahnya Sendiri