Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book

Image
Sebagian dari kita pasti sudah tahu cerita The Jungle Book, dengan tokoh anak kecil bernama Mowgli yang merupakan karya  terkenal Rudyard Kipling. The Jungle Book menceritakan kisah Mowgli: seorang anak laki-laki yang ditinggalkan oleh orang tuanya dan dibesarkan oleh serigala. Dimana dia hidup dan dibesarkan dalam dunia  hewan. Dia tidak pernah belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia lain. Kisah terkenal Kipling, yang keudian diadaptasi menjadi  film keluarga oleh Walt Disney, memiliki pesan yang membangkitkan semangat tentang penemuan jati diri dan harmoni antara peradaban manusia dan alam.  Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa kisah itu didasarkan pada peristiwa nyata yang tragis. Namanya Dina Sanichar, yang dikenal juga dengan sebutan “the Indian wolf-boy”, seorang anak laki-laki liar yang hidup pada abad ke-19 dan dibesarkan oleh serigala—banyak yang percaya bahwa Dina adalah inspirasi sebenarnya di balik The Jungle Book. Tapi perlu dicatat, meskipun...
loading...

Jesse Pomeroy, Pembunuh Termuda Pertama Dari Amerika


Antara tahun 1871 dan 1872, sebuah laporan di Charlestown, Massachusetts, mengatakan bahwa sejumlah anak laki-laki telah 'digiring'  menjauh dari tempat mereka biasa bermain dan mereka dianiaya di hutan.

Kejahatan itu bisa dibilang brutal.  Semua anak laki-laki yang 'digiring' itu telah dipukuli dan sebagian besar dari mereka telah dicambuk  dengan sabuk ataupun kabel dan dua orang ditikam.  Tidak ada yang pernah diidentifikasi secara positif atas serangan-serangan ini.

Penganiayaan terhadap anak laki laki

Pada 22 Desember 1871, putra bungsu Ny. Paine, dari Chelsea, pinggiran kota Boston, diserang oleh seorang bocah lelaki tak dikenal, yang berusia sekitar dua belas tahun. Billy Paine, bocah yang baru berusia 4 tahun sedang bermain sendirian. Dia kemudian ditawari sebuah hadiah oleh seseorang jika saja Billy mau mengikutinya ke Powder Horn Hill.  Tanpa berkonsultasi dengan orang tuanya, Billy mengikuti orang tersebut dan menggandeng tangannya. Keduanya berjalan menuju sebuah gubuk kecil di atas bukit.  Tapi di dalamnya bukan hadiah, permen, atau mainan apapun.  Dan gubuk itu tidak lebih besar dari sebuah WC umum. Billy di dorong masuk ke gubug itu. Dia kemudian diikat jungkir balik dan setengah ditelanjangi yang membuat Billy tidak bisa meronta.  Kaki Billy digantung dengan seutas tali, lalu secara sadis, dia dicambuk oleh anak lelaki yang menculiknya menggunakan kabel saklar. Tubuh Billy yang melemah ditinggalkan begitu saja di dalam gubug dengan tetap dalam posisi jugkir balik.

Kemudian pada hari itu, dua orang yang sedang berburu mendengar suara tangisan dan rintihan yang awalnya diduga sebagai suara binatang yang mungkin sedang terperangkap. Suara itu berasal dari gubuk di puncak bukit.  Namun apa yang mereka temukan adalah seorang bocah laki-laki yang ketakutan yang digantung terbalik.  Bocah itu telah membiru dimana-mana, tali yang mengikatnya telah mengiris pergelangan tangan dan kakinya dan dia sangat shock. Tubuh Billy penuh dengan bekas memar berwarna merah dan ia sangat kedinginan.  Bocah itu sangat trauma;  dia hanya bisa menggigil dan tidak memberikan deskripsi tentang orang yang telah melukainya.  Polisi mencatat insiden itu, tetapi tidak mencari pelakunya.

Pada 21 Februari 1872, di musim salju yang membeku, bocah bocah kecil sedang bermain lempar salju. Dan saat itu Tracy Hayden yang berusia 7 tahun didekati oleh seorang anak laki laki berusia 12 tahun. Mereka kemudian berkenalan dan cepat berteman. Tracy kemudian dirayu untuk melihat tentara dari atas Powder Horn Hill. Karena Tracy belum pernah melihat tentara sebelumnya, ia pun mengikuti teman barunya itu menuju puncak bukit.

Sesampainya di gubuk, Tracy menyadari tidak ada tentara, hanya ada dirinya dan teman barunya.  Tracy kedinginan ketika jaket, celana panjang, dan bajunya diambil darinya.  Tangan Tracy diikat dengan tali dan dia pun digantung jungkir balik seperti Billy.

Tapi Tracy tidak hanya dicambuk,  ia disiksa secara brutal dalam cuaca dingin, gigi depannya rontok, hidungnya patah. Tracy hanya bisa menangis dengan kondisinya yang sudah babak belur.  Tapi dia diancam untuk tidak memberi tahu siapa pun apa yang terjadi padanya. Tracy pun diancam akan dipotong penisnya jika dia membocorkan siapa yang sudah menganiayanya. Tracy pun ditinggal sendirian di kegelapan.  Ketika dia telah ditemukan dan ditanya oleh polisi malam itu, Tracy teringat pada ancaman itu.
"Aku tidak tahu namanya.  Dia anak yang lebih besar dengan rambut cokelat. Hanya itu yang aku ingat." ucap Tracy.

Pada titik ini, polisi mulai mencari anak laki-laki yang usianya lebih tua yang diduga telah menyerang bocah bocah di daerah itu. Mereka menyebutnya  sebagai "Penjahat Tidak Manusiawi," satu-satunya bukti yang dimiliki polisi adalah bocah itu berambut cokelat. Tapi Ironisnya, pelaku yang berkeliaran tidak jauh dari mereka tersebut tidak dapat diidentifikasi sama sekali.  Mungkin anak-anak terlalu takut untuk mengakui seperti apa "Penjahat Tak Manusiawi" itu sebenarnya.  Hadiah $ 500 ditawarkan untuk penangkapannya, dan para orang tua mulai khawatir membiarkan anak-anak mereka bermain dijalanan.

Pada tanggal 4 Juli 1872, pemuda misterius yang sama kembali membujuk seorang anak lelaki bernama Johnny Balch yang berusia 7 tahun ke tempat penyiksaan dan perlakuan yang sama dengan yang diberikan kepada para korban lainnya.
Kali ini penculiknya melakukan penyiksaan tersebut sambil mengusap kelaminnya sendiri. Sepertinya ia mendapatkan kepuasan dan kenikmatan dari rasa sakit yang diderita korbannya.

Kemudian Johnny dipaksa berjalan oleh penculiknya menuju sungai air asin di dekat lokasi tersebut, dan disana lukanya dicuci dengan air garam. Namun si penculik meyakinkan anak itu bahwa dia akan membunuhnya jika dia memberi tahu siapapun tentang pelakunya.  Tapi untungnya, Johnny tidak takut dengan ancaman kosong itu dan langsung melapor ke polisi

Pada bulan September 1872, seorang anak lain bernama Robert Gould dibujuk oleh bocah yang sama untuk menemaninya, ke jalur kereta api Hartford and Erie, dimana ia kemudian diikat ke tiang telegraf, ditelanjangi, dipukuli dan wajahnya disayat sayat menggunakan pisau. Robert adalah satu satunya korban yang bersaksi bahwa pelakunya memiliki "an eye like a white marble.”

Beberapa hari setelah kejadian itu, seorang pria kecil bernama Harry Austin bertemu dengan 'iblis'  misterius di Boston Selatan. Harry mendapat penganiayaan yang sama bahkan ia ditusuk hingga tidak sadarkan diri.

Dalam beberapa hari setelahnya, anak keenam, bernama George Pratt, kembali terbujuk rayuan 'iblis' muda menuju kabin sebuah kapal pesiar di Boston Selatan, dan ia pun  mendapatkan perlakuan yang sama seperti Harry dan yang lainya.

Anak lelaki lainnya bernama Joe Kennedy yang berusia 7 tahun pun menjadi korban selanjutnya. Dia dibujuk untuk menuju rawa-rawa dekat teluk di Boston Selatan.  Joe pun dianiaya, wajahnya disayat  dan tubuhnya diseret ke air, dimana pelaku mencuci lukanya dengan air garam.

Sejumlah anak laki-laki ditangkap karena dicurigai, tetapi kemudian dilepaskan.

Akhirnya kecurigaan tertuju kepada seorang bocah lelaki bernama Jesse Pomeroy, seorang remaja berusia dua belas tahun yang tinggal bersama ibunya yang janda, seorang penjahit yang tinggal di Broadway Street, Boston Selatan.

Saat itu adalah  21 September 1872, Jesse sedang berjalan dari sekolah melewati kantor polisi, saat itu, salah satu korbannya Joe Kennedy kebetulan ada disana bersama polisi. Jesse melihat Joe dan segera meninggalkan tempat itu.  Namun sayangnya Joe pun melihat kearah Jesse dan dia langsung menunjukkannya kepada polisi.  Jesse pun ditangkap.  Polisi mewawancarai Jesse selama berjam-jam, tetapi Jesse mempertahankan kepolosannya.  Polisi meninggalkan Jesse di sel sementara mereka memanggil ibunya.  Setelah tengah malam, polisi membangunkan Jesse dan mencoba mendapatkan pengakuan.  Setelah dia ditakut takuti akan menerima hukuman 100 tahun jika dia tidak mengaku, Jesse akhirnya menyerah.

Siapakah Jesse Pomeroy

Jesse Harding Pomeroy lahir di Charlestown, Massachusetts, dari pasangan Charles J. Pomeroy dan Ruth Ann Snowman.  Dia adalah anak kedua dari dua bersaudara;  kakaknya bernama Charles Jefferson Pomeroy berusia dua tahun lebih tua.  Charles J. Pomeroy Sr adalah seorang veteran Perang Sipil A.S.

Jesse memiliki postur lebih tinggi tapi canggung dari kebanyakan siswa seusianya. Jesse selalu menerima ucapan kasar dan vulgar  dari siswa lain yang meneriakinya, "Ole Marble Eye."
Mereka sering mengejek matanya yang memiliki katarak berwarna putih.  Jesse miliki kumis tipis di atas bibirnya, yamg membuatnya terlihat aneh dimata teman temannya karena usianya yang terlalu muda untuk memiliki kumis sehingga anak-anak sering menghinanya setiap hari disekolah.  Jesse juga memiliki kepala besar dengan ukuran yang tidak normal tetapi memiliki tingkat kecerdasan yang rendah, Jesse dianggap orang yang terbelakang.
Jesse Pomeroy old and young

Jesse  juga anak yang sakit-sakitan, tidak percaya diri yang selalu memegang tangan ibunya erat-erat.  Ruth Pomeroy sangat menyayangi Jesse dan dia menunjukkan kasih sayangnya tanpa malu-malu.  Jesse percaya ibunya adalah seorang malaikat, bidadari yang cantik, dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Meskipun Ruth tahu bahwa putranya 'sedikit berbeda' dari anak anak pada umumnya. Ruth selalu mengatakan kepada Jesse betapa tampannya dia meski  Jesse tahu jika itu adalah sebuah kebohongan. Karena Jesse  selalu dilempar batu oleh anak anak seusianya sehingga membuatnya menangis.  Dalam hatinya, dia tahu wajahnya jelek dan teman teman di sekolahnya selalu mengoloknya.

Ruth Pomeroy mungkin bagai malaikat dalam kehidupan Jesse, tetapi ayahnya adalah seorang yang kejam.  Charles Pomeroy adalah seorang pemabuk berat dan ketika dia dalam suasana hati yang buruk, dan itu berlaku setiap hari.   Charles kerap menelanjangi anak-anaknya dan memukuli mereka tanpa alasan dengan kabel sampai mereka berdarah.  Ketertarikan Jesse akan penyiksaan dan seksualitas menyimpang mungkin telah dimulai disini.  Setelah penganiayaan yang dilakukan ayahnya ini, Jesse menyadari bahwa dia suka menyakiti orang lain seperti yang dia rasakan.
Kata-kata ejekan dari teman temannya yang kejam dan kebencian yang tidak selayaknya diberikan kepada Jesse kini telah menjadi suara di kepalanya bahwa ia bisa tetap diam dengan menyakiti orang lain.

Terkadang untuk melampiaskan rasa sakitnya, Jesse mencari hewan di jalan untuk dia siksa dan menikmati kepuasan tersendiri, sama seperti yang dinikmati ayahnya.  Akibatnya, Ruth Pomeroy tidak pernah mengizinkan ada hewan peliharaan masuk ke dalam rumah mereka, dia khawatir Jesse kesayangannya melakukan sesuatu yang salah pada kucing dan anjing setempat di lingkungan itu.

Jesse dikucilkan dan diremehkan oleh anak-anak lain, dia menghabiskan sebagian besar waktunya sendirian.  Dunia bagi Jesse di usianya 12 tahun memang suram.  Tidak ada yang pernah ingin bermain dengannya, dan dia hanya memiliki dendam.  Dendam untuk hal-hal yang tidak pernah bisa dia miliki, seperti pacar, pesta, atau kehidupan yang bahagia.  Satu-satunya hal yang membuat Jesse tertarik adalah penderitaan, Satu-satunya hal yang harus dilakukan adalah menemukan orang lain yang bisa dia sakiti seperti halnya dia terluka.

Saat Jesse telah menyakiti beberapa korbannya, dan belum terbongkar polisi, Ruth Pomeroy pindah dari Chelsea ke Boston Selatan, ia membawa kedua putranya.  Tidak diketahui apakah Charles Pomeroy meninggalkan rumah, bercerai ataukah meninggal dunia,  tetapi dia tidak ada dikehidupan Jesse lagi. Tapi disisi lain, ibunya,  Ruth, mulai mengkhawatirkan Jesse. Dia telah berubah dalam enam bulan terakhir, anaknya menjadi lebih percaya diri, tampak lebih kuat, dan kurang membutuhkan ibunya untuk membantu ketika anak-anak di sekolah mengejeknya.

Hukuman Jesse Pomeroy

Setelah Jesse mengakui semua kejahatannya yang telah menganiaya orang lain. Keesokan harinya, Jesse Pomeroy menghadapi masing-masing korbannya, semuanya membenarkan bahwa dia adalah anak yang telah menyerang mereka.  Setiap anak lelaki menceritakan peristiwa yang terjadi pada mereka di hadapan hakim.  Ruth Pomeroy hanya bisa menangis dan dia tetap bersikukuh bahwa Jesse adalah anak yang baik, bahwa dia tidak bisa menyakiti siapapun. Jesse bukan monster, katanya.  Bahwa Jesse tidak mungkin melakukan itu semua.  Jesse sendiri bersaksi di sidang yang sama.  Dia menundukkan kepalanya dan berkata bahwa dia tidak bisa menahan diri.  Hakim kemudian menghukum Jesse dengan memerintahkan agar Jesse dibawa ke Sekolah Reformasi di Westborough sampai ulang tahunnya yang ke-18.

Di Westborough,  Jesse bekerja hampir sepanjang hari dan hanya memiliki empat jam sekolah.  Untuk menghindari masalah, Jesse menjaga dirinya sendiri, bahkan ketika anak-anak yang lebih besar mengolok-oloknya.  Anak laki-laki yang lebih muda tahu apa yang menyebabkan Jesse ada disana.  Dan mereka lebih memilih meninggalkannya sendirian tanpa pertanyaan.  Sekolah itu sebagian besar untuk anak-anak remaja yang melakukan kekerasan atau kenakalan.  Perbedaan besar antara Jesse dan anak-anak lainnya adalah ketertarikan Jesse akan rasa sakit.

Ruth Pomeroy memohon kebebasan putranya, dia mengklaim bahwa Jesse telah dipaksa untuk mengaku pada jam larut malam sementara dia berada di bawah tekanan yang luar biasa.

Pembebasan Jesse Pomeroy

Menurut kebiasaan, jika anak-anak lelaki yang dikurung di sekolah ini  berperilaku baik akan berlanjut setelah pembebasan mereka, mereka sering dibebaskan dalam masa percobaan, asalkan mereka memiliki rumah yang baik untuk tempat tinggal mereka kemudian.

Sayangnya ini dilakukan dalam kasus Pomeroy pada 6 Februari 1874

Setelah mengetahui bahwa rumah Ruth Pomeroy  dianggap layak, para pengawas kasus Jesse sampai pada kesimpulan bahwa Jesse telah direformasi.  Ruth juga berjanji untuk mengawasi putranya dengan menyuruhnya bekerja di tokonya.  Setelah kurang dari satu setengah tahun di sekolah reformasi, Jesse Pomeroy dibebaskan.

Jesse mulai membunuh

Katie Curran yang berusia 10 tahun, saat itu mengenakan rok kotak-kotak hijau dan hitam dengan atasan berkerah putih, datang ke toko Ruth dan ia bertanya kepada Jesse apakah dia punya buku tulis untuk sekolah.  Rudolf Kohr, seorang karyawan di toko menawarkan bantuan, tetapi Jesse tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Katie.  Dia meminta Rudolf untuk pergi ke toko daging untuk sesuatu hal. Jesse mengatakan kepada Katie bahwa dia memiliki beberapa buku tulis yang tersisa di ruang bawah tanah toko.

"Ikuti saja aku," kata Jesse. Katie pun mengikuti Jesse menuruni tangga.  Katie memandang ke sekeliling ruang bawah tanah yang gelap, dia tidak melihat apa pun kecuali debu dan kotak di sekelilingnya.
Mungkin dia bertanya tanya dimana Jesse dapat menemukan sesuatu dalam kekacauan seperti itu, Katie berjalan lebih jauh ke ruang bawah tanah dengan mengikuti Jesse.  "Aku harus pergi ke sekolah," desak Katie, yang mencari Jesse yang entah bagaimana hilang dalam kegelapan.

Tapi Jesse berdiri di belakang Katie, dan dengan cepat, Jesse membantai Katie. Jessie tidak pernah melihat darah sebanyak itu dalam hidupnya.  Katie tersungkur ke lantai. Mungkin Jesse  telah menunggu melakukan hal seperti ini untuk waktu yang sangat lama, menunggu saat yang tepat, anak yang tepat, emosi yang tepat.  Jesse  kemudian menggendongnya dan membawanya ke bagian paling bawah ruang bawah tanah di belakang lemari.

Sebelum membuang tubuh Katie, Jesse kembali menganiaya tubuh Katie yang sudah tidak bernyawa.  Kemudian dia menyembunyikan tubuhnya di bagian belakang lemari, meletakkan batu dan abu di atasnya untuk menutupi apa yang telah dilakukannya.  Ketika tubuhnya cukup tersembunyi, Jesse membersihkan lantai dan kembali ke toko untuk membantu pelanggan.

Dalam satu jam, Mary Curran, ibu Katie, mencari dan memanggil putrinya.  Mary diberi tahu bahwa Katie pergi ke toko Pomeroy untuk membeli buku tulis.  Mary langsung pergi ke kantor polisi, khawatir Jesse Pomeroy telah melukai Katie.   Polisi meyakinkan Mary bahwa Jesse tidak lagi menjadi ancaman.  Selain itu, polisi itu juga berkata sambil tersenyum;  Jesse belum pernah menyerang seorang gadis sebelumnya.

Sehari berlalu, dan Katie masih hilang.  Rudolf Kohr memberi tahu Mary bahwa Katie sebenarnya datang ke toko.  Mary kembali ke kantor polisi dan memberi tahu mereka bahwa Rudolf telah mengkonfirmasi kehadiran Katie di toko Pomeroy pagi sebelumnya.  Polisi hampir tertawa, mereka memberi tahu Mary bahwa Rudolf itu tukang ngibul.

Tapi mereka kemudian membawa Mary dan seorang polisi ke toko Pomeroy untuk bertemu dengan Ruth Pomeroy yang sangat tidak senang.  Ruth yakin Jesse tidak melakukan kesalahan dan lebih jauh mengatakan bahwa Jesse telah direhabilitasi.  Tidak ada yang salah di toko, dan polisi segera kehilangan minat atas kasus Katie.  Ketika seseorang datang dan mengatakan, Katie terlihat memasuki sebuah mobil, polisi memutuskan bahwa Katie telah diculik dan menutup kasus ini.

Jesse terus mencari korban baru dimana saja dia bisa, berusaha memikat mereka dengan permen dan hadiah lainnya.  Dan korban yang sempurna adalah Horace Millen yang berusia 4 tahun, yang tinggal tepat di seberang jalan rumahnya.  Horace mengenakan jaket hitam putih dan celana panjang hitam dan topi beludru halus.  Jesse segera mengejar Horace yang sedang menuju toko roti, Jesse memperkenalkan dirinya kepada bocah laki-laki itu. Jesse merayu Horace untuk membawanya ke pantai, melihat burung camar, dan Horace benar-benar gembira.  Dengan cupcake kecil di satu tangan dan tangan Jesse di tangan lainnya, keduanya menuju ke pantai bersama.  Beberapa orang melihat Jesse dan Horace sore itu, tetapi tidak ada yang menghentikan mereka.

Jesse dan Horace berbagi cupcake dan tertawa bersama. Mereka menikmati pemandangan burung camar yang terbang melintasi air.  Jesse mengangguk dan melingkarkan lengannya pada Horace.  Dan disaat itu, Jesse menghabisi dan menganiaya Horace dengan pisau.
Akhirnya bocah itu perlahan menjadi lemas dan mati.

Lima jam setelah kematian Horace, dua orang lelaki bersaudara, menemukan mayatnya yang rusak parah di pantai.  Keluarga Millen telah mencari Horace sore itu, mereka pergi ke polisi dan menggambarkan putra mereka.   Horace segera diidentifikasi oleh polisi setempat terutama setelah laporan atas mayat bocah di pantai.  Jesse ditangkap oleh polisi karena mengingat kejahatan sebelumnya, polisi percaya bahwa mungkin Jesse tidak sepenuhnya direhabilitasi.  Jesse mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya dan memberitahunya bahwa dia akan segera pulang.  Jesse adalah tersangka utama dalam kematian Horace Millen.

Terungkapnya pembunuhan Katie Curran

Ketika dibawa ke pemeriksaan pengadilan, Jesse membantah dan tidak mengakui kesalahan.  Jesse didakwa atas pembunuhan tingkat pertama.  Ruth, kehilangan usahanya, dia telah mempertahankan kepolosan putranya.  Setelah Ruth meninggalkan bisnisnya, pemilik baru memutuskan untuk merenovasi ruang bawah tanah.  Saat itulah tubuh Katie Curran ditemukan, hampir tidak dikenali.   Tubuh bagian atasnya begitu membusuk, dokter tidak dapat menemukan penyiksaan seperti apa yang telah dilakukan Jesse.  Yang jelas,  Jesse telah merusak dan memutilasi beberapa anggota tubuhnya

Ruth dan Charles Jr. Pomeroy diinterogasi, apakah mereka tahu tentang mayat Katie di ruang bawah tanah.  Keduanya tidak mengetahui tentang kematian Katie.  Alasan utama mereka menangkap Ruth dan Charles Jr adalah untuk menjauhkan mereka dari perhatian media.  Setelah Jesse diberi tahu bahwa saudara lelakinya dan ibunya sedang diinterogasi tentang kasus Katie, Jesse diberitahu bahwa dia harus membuat pernyataan.  Dua hari kemudian, Jesse mengakui dengan sangat terperinci bagaimana dia membunuh Katie, dan dia menginkan ibu dan kakasknya tidak diseret untuk kasus ini.  Jesse mengatakan kepada polisi bahwa mereka sama sekali tidak terlibat.  Ketika ditanya mengapa dia membunuh Katie, Jesse hanya berkata,
"Aku tidak tahu ... Aku hanya ingin melihat reaksinya."

Persidangan

Pada 8 Desember 1874, persidangan dipenuhi dengan orang-orang yang menuntut hukuman mati bagi bocah lelaki berusia 14 tahun itu.  Dia hanya didakwa atas pembunuhan Horace Millen.  Pembunuhan Katie Curran tetap diajukan dalam persidangan.

Charles Robinson, pengacara Jesse,  putus asa untuk menyelamatkan Jesse dari hukuman mati. Yang pertama memberi kesaksian dari pihak pembela adalah Dr. Tyler, yang memberi pernyataan pada pengadilan bahwa Jesse tidak waras.  Kurangnya motif Jesse, dan ketidakpedulian terhadap apa yang telah dilakukannya menunjukkan hal ini dengan pasti.  Jesse juga tampaknya tidak memahami konsekuensi dari apa pun yang telah dilakukannya.  Tidak masalah apakah Jesse berpikir dia tahu benar dan salah, "orang gila dapat memiliki perasaan moral sendiri," Dr. Tyler menyimpulkan.

Ruth juga bercerita banyak tentang penyakit masa kecil yang dialami Jesse termasuk demam otak sebelum ulang tahun pertamanya yang pasti ada hubungannya dengan kegilaannya.  Dia juga mengingat masalah mental lain yang dialami Jesse selama 14 tahun;  insomnia, pusing dan sakit kepala hebat yang sering terjadi.  Ruth melanjutkan dengan mengatakan bahwa Jesse kecanduan fantasi luar biasa yang mendominasi kenyataan.

Juri berunding selama lima jam, akhirnya nemutuskan Jesse bersalah atas pembunuhan tingkat pertama yang telah direncanakan sebelumnya.  Hukuman mati dengan cara digantung adalah hukuman wajib untuk kejahatan ini, tetapi juri meminta pengampunan mengingat usia muda Jesse.

Massachusetts belum pernah mengeksekusi anak berusia 14 tahun sebelumnya.  Tapi orang orang berpendapat bahwa hukuman seumur hidup di penjara lebih baik untuk Jesse alih-alih eksekusi mati.  Namun, keluarga Katie dan Horace menginginkan kematian Jesse untuk kematian tragis anak-anak mereka.

Keputusan akhir ada di tangan Gubernur William Gaston, yang memiliki komite yang ditunjuk untuk memberikan jawaban.  Panitia tidak bisa mengambil keputusan, jadi Gubernur bertanya kepada publik apa yang harus dilakukan terhadap Jesse.

Dua tahun kemudian, pada bulan Agustus 1876,  Gubernur baru Alexander Rice membuat keputusan untuk Jesse.  Hukuman penjara adalah keputusan terakhir, tetapi Jesse tidak bisa menjalani hukumannya di antara narapidana lain.  Dia harus menjalani hukumannya di sel isolasi.

Jesse pun dibawa ke penjara Charlestown, Jesse hanya diizinkan dikunjungi satu orang pengunjung dalam sebulan, yaitu ibunya.  Ruth, dan hanya Ruth, yang mengunjunginya.  Jesse mencoba melarikan diri beberapa kali, bahkan ia pernah keluar dari selnya, tetapi tidak pernah benar-benar keluar dari penjara Charlestown.  Jesse menghabiskan 41 tahun di sel isolasi.  Sementara di selnya yang kecil, Jesse menyusun otobiografi tentang hidupnya yang berjudul, "Autobiografi Jesse H. Pomeroy" yang ditulis oleh dirinya sendiri.

Pomeroy menghabiskan seluruh hidupnya di penjara dengan menjadi satu-satunya pesakitan yang selalu dilihat sipirnya.

Terkunci dalam sel 24 jam sehari, Pomeroy banyak membaca tentang hukum dan mengajukan beberapa tuntutan hukum terhadap pengadilan.  Dia menulis puisi dan menuntut agar buku itu diterbitkan dengan biaya penjara.  Dia membuat senjata dan peralatan dari apa pun yang bisa dia temukan atau curi, dan kemudian dia melakukan setidaknya 12 kali upaya melarikan diri.  Yang paling parah atas kelakuannya dipenjara  adalah peledakan dinding dengan pipa gas - sebuah upaya yang menjadi bumerang dan merugikannya.

Pada tahun 1917, Jesse berusia 58 tahun, dia diizinkan untuk bergabung dengan anggota lapas lainnya.  Dia tampaknya sangat senang dengan semua ketenaran yang dia terima dari narapidana lain.  Kemungkinan besar, Jesse senang akhirnya memiliki beberapa teman.  Pada tahun 1929, Jesse dipindahkan dari Penjara Charlestown ke penjara Bridgewater dimana ia dapat menerima perawatan medis yang lebih baik.

Pada 29 September 1932, Jesse meninggal dunia pada usia 73 tahun setelah menjalani hukuman 58 tahun penjara.  Dia dikremasi dan meminta abunya dibuang ke empat arah.
















Comments

  1. jd ingat kasus anak remaja perempuan yg membunuh anak tetangganya, jgn2 sama seperti jesse pomeroy 🤦‍♀️🤦‍♀️

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menguak kisah Hello Kitty Murder

Pengakuan Beth Thomas: "Child of Rage,' Seorang Anak Psikopat Yang Mengaku Ingin Membunuh Orang Tuanya

Dark Disney: Kisah Original Di Balik Cerita Klasik Disney - Sleeping Beauty