Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book

Image
Sebagian dari kita pasti sudah tahu cerita The Jungle Book, dengan tokoh anak kecil bernama Mowgli yang merupakan karya  terkenal Rudyard Kipling. The Jungle Book menceritakan kisah Mowgli: seorang anak laki-laki yang ditinggalkan oleh orang tuanya dan dibesarkan oleh serigala. Dimana dia hidup dan dibesarkan dalam dunia  hewan. Dia tidak pernah belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia lain. Kisah terkenal Kipling, yang keudian diadaptasi menjadi  film keluarga oleh Walt Disney, memiliki pesan yang membangkitkan semangat tentang penemuan jati diri dan harmoni antara peradaban manusia dan alam.  Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa kisah itu didasarkan pada peristiwa nyata yang tragis. Namanya Dina Sanichar, yang dikenal juga dengan sebutan “the Indian wolf-boy”, seorang anak laki-laki liar yang hidup pada abad ke-19 dan dibesarkan oleh serigala—banyak yang percaya bahwa Dina adalah inspirasi sebenarnya di balik The Jungle Book. Tapi perlu dicatat, meskipun kenyataannya, terk
loading...

Mary Bell, 'The Evil Born', Pembunuh Berusia 10 Tahun


Mary Bell baru berusia sepuluh tahun ketika dia melakukan pembunuhan pertama kalinya - tapi sayangnya itu bukan yang terakhir.

Mary Bell membunuh dua anak laki-laki pada tahun 1968. Ketika dia dibebaskan dari penjara setelah menjalani hukuman 12 tahun, dia baru saja berusia 23 tahun saat itu.

Dengan kata lain, Mary Bell baru berusia 10 tahun ketika dia mulai melakukan pembunuhan.

Tetapi segala perilaku kekerasannya tidak dimulai dari sana - rasa sakit, kekejaman dan kematian adalah "teman-temannya" hampir sejak saat dia dilahirkan.

Awal mula membunuh

Mary Flora Bell lahir pada Mei 1957 di daerah kumuh  di West End of Newcastle bernama Scotswood. Mary Bell dilahirkan dari seorang wanita bernama Betty, seorang pelacur yang berusia 16 tahun yang saat itu mengatakan kepada dokter  "bawa 'barang itu' dariku" ketika dia melihat putrinya lahir.

Tidak diketahui siapa ayah kandung Mary.  Namun dia yakin jika ayahnya adalah Billy Bell, seorang penjahat yang kemudian ditangkap karena perampokan bersenjata. Billy menikahi ibu Mary saat ia sudah dilahirkan.

Rumah tempat mereka tinggal seperti rumah hantu.  Perabotan rumahnya banyak yang patah dan rusak, serta tirai rumah yang compang-camping.

Namun, semuanya berawal dari sana.  Betty sering pergi dari rumah untuk melakukan perjalanan "bisnis" ke Glasgow - dan ketidakberadaan sang ibu disisinya adalah saat dimana Mary muda bisa 'istirahat' dari  sasaran pelecehan, baik mental maupun fisik, yang dilakukan ibunya jika dia sedang berada dirumah.

Kakak perempuan Betty menyaksikan Betty mencoba untuk memberikan Mary kepada seorang wanita yang tidak jadi mengadopsi.  Mary juga rawan kecelakaan;  dia pernah "jatuh" dari jendela, dan pada kesempatan lain "secara tidak sengaja" overdosis karena pil tidur.

Beberapa orang mengaitkan kecelakaan itu dengan tekad Betty untuk menyingkirkan anaknya sendiri, sementara yang lain melihat gejala sindrom Munchausen;  dimana Betty ingin mendapatkan perhatian dan simpati atas kecelakaan yang dialami putrinya.

Menurut kisah-kisah yang disampaikan oleh Mary sendiri, ibunya mulai melacurkannya ketika dia baru berusia empat tahun - meskipun perkataannya tidak dikuatkan oleh anggota keluarganya.
Dan yang mereka tahu, bahwa kehidupan Mary kecil sudah terbiasa melihat kematian. Mary pernah melihat temannya yang berusia lima tahun mati tertabrak bus.

Mengingat semua yang telah terjadi, tidak mengejutkan bahwa Mary, pada usianya yang 10 tahun, telah menjadi anak yang aneh, menarik diri dari lingkungan dan manipulatif, dan selalu melakukan kekerasan.

Setelah semua yang dilalui Mary sepanjang masa kanak kanaknya, dia mengalami kerusakan otak sebagai akibatnya, yang disebabkan oleh penganiayaan masa kecilnya yang dilakukan ibunya sendiri.  Mary mengalami kerusakan pada korteks prefrontalnya, area yang terkait dengan pergerakan reflek dan pengambilan keputusan

Pola kekerasan dan obsesi pada kematian

Mary sebenarnya seorang gadis kecil yang cantik, dengan rambut hitam dan mata biru yang tajam.  Guru-guru sekolahnya berkomentar betapa cerdasnya dia tetapi mengungkapkan kekhawatiran tentang kurangnya empati Mary terhadap orang lain.

Meskipun perilaku kekerasan Mary diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya, namun tidak ada orang yang berusaha untuk menolongnya. Mary terus menjalani kehidupannya tanpa pengawasan, dengan konsekuensi yang mengerikan.  Mary kerap melakukan kekerasan, seperti mematikan puntung rokok yang masih menyala dipipi seorang gadis kecil. Dia juga mencoba mencekik seorang gadis kecil dan mencekiknya lalu mengisi mulutnya dengan pasir, sementara temannya Norma, memegangi korbannya.  Meskipun Norma beberapa tahun lebih tua dari Mary, dia mengalami kesulitan belajar dan mudah dipengaruhi oleh Mary.

Korban Mary yang ketakutan berhasil melarikan diri dan insiden itu dilaporkan ke polisi, tetapi tidak ada tindakan yang diambil.

Selama berminggu-minggu sebelum pembunuhan pertamanya, Mary Bell kembali melakukan tindak kekerasannya.  Pada tanggal 11 Mei 1968, Mary bermain dengan seorang bocah laki-laki berusia tiga tahun, ketika anak laki laki itu terluka parah karena jatuh dari ketinggian yang  orang tuanya mengira itu adalah kecelakaan.

Namun, keesokan harinya, tiga ibu datang untuk memberi tahu polisi bahwa Mary telah berusaha mencekik anak perempuan mereka yang masih kecil.  Introgasi singkat polisi pun telah dilakukan - tetapi tidak ada tuntutan yang diajukan.

Kemudian pada 25 Mei ditahun yang sama, sehari sebelum dia berusia 11 tahun, Mary Bell mencekik Martin Brown yang berusia empat tahun hingga mati di sebuah rumah kosong di Scotswood, Inggris.  Dia meninggalkan tempat kejadian dan kembali dengan temannya, Norma Bell (tidak ada hubungan keluarga, hanya kebetulan sama sama bermarga Bell), dan (seolah) mereka tidak sengaja menemukan tubuh Brown yang dikatakan telah dipukuli oleh dua anak laki laki setempat

Polisi bingung dengan bukti di TKP. Selain sedikit darah dan air liur di wajah korban, tidak ada tanda-tanda kekerasan yang jelas.  Namun, ada sebotol obat penghilang rasa sakit kosong di lantai dekat tubuh.  Dengan tidak adanya informasi dukungan lainnya, mereka menganggap Martin Brown telah menelan pil.  Kematiannya dinyatakan sebagai kecelakaan.

Tetapi keluarga Martin yang sedang berduka justru curiga sebaliknya, ketika Mary Bell kecil muncul di depan pintu mereka pada hari-hari setelah kematian Martin dan meminta untuk bertemu dengannya.  Ibunya dengan lembut menjelaskan kepadanya bahwa Martin sudah mati, tetapi Mary justru mengatakan jika dia sudah tahu;  dia ingin melihat mayatnya di peti mati.  Ibu Martin membanting pintu di hadapan Mary.

Tak lama setelah itu, Mary dan temannya Norma mendobrak masuk ke sebuah TPA dan menuliskan catatan "fuck off we murder,” and “I murder so that I may come back.”

Polisi menganggap catatan itu adalah lelucon yang aneh.  Untuk sekolah penitipan anak, ini adalah yang terbaru dan paling mengganggu dalam hal pengancaman, sekolah pun segera memasang sistem alarm.

Itu adalah pilihan cerdas, karena itu akhirnya bisa menjebak Mary dan Norma di tempat kejadian beberapa malam kemudian - tetapi karena mereka hanya berkeliaran diluar ketika polisi datang, mereka dilepaskan.

Sementara itu, Mary memberi tahu teman-teman sekelasnya bahwa dia telah membunuh Martin Brown. Tapi karena reputasinya sebagai si tukang pamer dan pembohong membuat siapa pun menganggap ucapannya tidak serius.  Dan begitulah seterusnya, hingga dia membuat bocah laki-laki lain mati (lagi).

Mary Bell membunuh untuk kedua kalinya

Pada 31 Juli, dua bulan setelah pembunuhan pertama, Mary Bell dan temannya Norma membunuh Brian Howe yang berusia tiga tahun dengan cara dicekik, di daerah Scotswood. Kali ini, Bell memutilasi tubuh korbannya dengan gunting, menggores pahanya dan memotong penisnya. Dia juga mengukir huruf 'M'  di perut Brian dengan menggunakan gunting

Ketika saudara perempuan Brian pergi mencarinya, Mary dan Norma menawarkan bantuan;  mereka ikut menyusuri daerah tempat tinggal mereka, bahkan Mary Bell menunjukkan balok-balok beton tempat dia menyembunyikan tubuh Brian.  Tetapi Norma mengatakan tidak ada apa-apa disana, dan saudara perempuan Brian pun percaya dan mereka pun pindah ke tempat lainnya.

Ketika tubuh Brian akhirnya ditemukan, lingkungan tempat tinggal mereka pun  panik: dua anak laki-laki mati dalam beberapa bulan.  Polisi mewawancarai anak-anak setempat, berharap seseorang telah melihat sesuatu yang akan mengarah pada tersangka.

Namun keluarga korban syok ketika laporan kepolisian mengatakan ada tanda baru muncul di dadanya - seseorang telah menggunakan pisau cukur untuk menggoreskan huruf "M" ke tubuhnya.  Dan ada juga catatan kecil yang ditinggalkan. Mereka menyimpulkan akan kurangnya kekuatan yang digunakan dalam serangan itu menunjukkan bahwa pembunuh Brian kemungkinan seorang anak.

Mary dan Norma sepertinya tidak pandai menyembunyikan mood mereka dalam penyelidikan wawancara mereka dengan polisi.  Keduanya bertingkah aneh. Norma terlihat senang sedangkan Mary mengelak, terutama ketika polisi menunjukkan bahwa dia telah terlihat bersama Brian Howe pada hari kematiannya.

 Pada hari penguburan Brian, Mary terlihat mengintai keluar rumahnya;  dia bahkan tertawa dan menggosok kedua tangannya ketika dia melihat peti mati.

Polisi memanggilnya kembali untuk wawancara kedua dan Mary mulai mengarang cerita bahwa dia melihat seorang anak lelaki berusia delapan tahun memukul Brian pada hari kematiannya.  Bocah itu, katanya, membawa gunting yang patah.

Namun itu adalah kesalahan besar Mary Bell: mutilasi tubuh dengan gunting adalah rahasia yang disimpan pihak kepolisian dan tidak dibocorkan ke pers ataupun publik. Detail soal gunting hanya diketahui oleh penyelidik kepolisian dan satu orang lainnya: pembunuh Brian.

Baik Norma dan Mary mulai tersudutkan saat ditanyai lebih lanjut.  Norma mulai bekerja sama dengan polisi sedangkan Mary mengaku dirinya memang ada di Tkp selama pembunuhan Brian Howe tetapi ia mencoba untuk melempar kesalahan kepada Norma.  Kedua gadis itu pun didakwa, dan tanggal persidangan ditetapkan.

Persidangan Mary Bell dan Norma Bell

Di persidangan, jaksa mengatakan kepada pengadilan bahwa alasan Bell untuk melakukan pembunuhan adalah "semata-mata untuk kesenangan dan kepuasan untuk membunuh."  Sementara itu, pers Inggris menyebutnya sebagai "evil born."

Juri setuju bahwa Mary Bell telah melakukan pembunuhan dan menjatuhkan vonis bersalah pada bulan Desember. Namun psikiater pengadilan meyakinkan juri bahwa Mary Bell menunjukkan “gejala psikopat” dan tidak dapat dianggap bertanggung jawab penuh atas tindakannya.

Norma Bell dianggap hanya sebagai kaki tangan yang terseret oleh pengaruh buruk. Dia dibebaskan.

Hakim menyimpulkan bahwa Mary adalah orang yang berbahaya dan ancaman serius bagi anak-anak lain.  Dia dijatuhi hukuman penjara yang disebut sebagai "at Her Majesty’s pleasure," sebuah istilah hukum Inggris yang menunjukkan hukuman yang tidak ditentukan batasannya - pada dasarnya, sampai ada kekuatan hukum yang pantas untuk dikeluarkan.

Dia awalnya dikirim ke Red Bank di Newton-le-Willows, Lancashire - fasilitas yang sama yang kelak menahan Jon Venables, salah satu pembunuh James Bulger, 25 tahun kemudian.

Ibunya berulang kali menjual cerita tentang Mary Bell kepada pers dan sering memberikan tulisan kepada wartawan yang diakuinya sebagai anaknya.  Bell sendiri menjadi berita utama media, pada September 1977 ketika dia sempat melarikan diri dari penjara terbuka di Moor Court, tempat dia ditahan sejak pemindahannya dari penjara anak anak ke penjara dewasa setahun sebelumnya. Hukumannya untuk ini adalah hilangnya hak istimewanya selama 28 hari.

Pembebasan Mary Bell 

Selain itu, hukuman untuk Bell lebih kearah perawatan dan rehabilitasi. Dan akhirnya Mary Bell dibebaskan pada tahun 1980. Dia dibebaskan dengan lisensi, yang berarti bahwa secara teknis dia masih menjalani hukumannya tetapi dianggap bahwa ia bisa menjalani kehidupannya di lingkungannya di bawah masa percobaan yang ketat.

Pada saat pembebasannya, Bell berusia 23 tahun dan dia dibebaskan dari penjara terbuka Askham Grange setelah menjalani 12 tahun.  Bell diduga kembali ke Tyneside pada beberapa kesempatan dan tinggal di sana selama beberapa waktu setelah pembebasannya.

Selain itu, Mary Bell diberi identitas baru untuk memberinya kesempatan untuk menjalani kehidupan baru dan melindunginya dari incaran pers.  Meski begitu, dia terpaksa pindah beberapa kali untuk melarikan diri setelah diburu para tabloid, surat kabar, dan masyarakat umum, yang entah bagaimana selalu menemukan cara untuk melacaknya.

Segalanya menjadi lebih buruk bagi Bell setelah dia memiliki anak perempuan pada tahun 1984. Putri Bell tidak tahu tentang kejahatan ibunya sampai dia berusia 14 tahun, ketika sebuah tabloid berhasil menemukannya yang kemudian melacak keberadaan Bell pada tahun 1998.

Segera, banyak wartawan mengepung rumahnya dan berkemah di depannya.  Keluarga itu pun harus melarikan diri dari rumah mereka dengan seprai menutupi  kepala mereka.

Anonimitas putri Bell awalnya hanya dilindungi sampai ia mencapai usia 18 tahun. Namun, pada 21 Mei 2003, Bell memenangkan banding di Pengadilan Tinggi untuk memiliki anonimitas dia dan putrinya diperpanjang seumur hidup.

Perlindungan baru kemudian diperbarui untuk memasukkan nama cucu perempuan Bell (lahir Januari 2009), yang sebut saja bernama "Z".

Hingga hari ini, Bell berada dalam jaminan perlindungan hukum di sebuah alamat rahasia.  Baik dia dan putrinya tetap anonim dan dilindungi di bawah perintah pengadilan.

Beberapa merasa dia tidak pantas mendapatkan perlindungan.  June Richardson, ibu dari Martin Brown, mengatakan kepada media, "Ini semua tentang dia dan bagaimana dia harus dilindungi. Sebagai korban, kami tidak diberikan hak yang sama dengan pembunuh. "

Karena kasus Mary Bell, perlindungan dari pemerintah Inggris untuk melindungi identitas narapidana tertentu, secara tidak resmi dikenal dengan istilah "Mary Bell orders.”

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pengakuan Beth Thomas: "Child of Rage,' Seorang Anak Psikopat Yang Mengaku Ingin Membunuh Orang Tuanya

Dark Disney: Kisah Original Di Balik Cerita Klasik Disney - Sleeping Beauty

Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book