Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book

Image
Sebagian dari kita pasti sudah tahu cerita The Jungle Book, dengan tokoh anak kecil bernama Mowgli yang merupakan karya  terkenal Rudyard Kipling. The Jungle Book menceritakan kisah Mowgli: seorang anak laki-laki yang ditinggalkan oleh orang tuanya dan dibesarkan oleh serigala. Dimana dia hidup dan dibesarkan dalam dunia  hewan. Dia tidak pernah belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia lain. Kisah terkenal Kipling, yang keudian diadaptasi menjadi  film keluarga oleh Walt Disney, memiliki pesan yang membangkitkan semangat tentang penemuan jati diri dan harmoni antara peradaban manusia dan alam.  Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa kisah itu didasarkan pada peristiwa nyata yang tragis. Namanya Dina Sanichar, yang dikenal juga dengan sebutan “the Indian wolf-boy”, seorang anak laki-laki liar yang hidup pada abad ke-19 dan dibesarkan oleh serigala—banyak yang percaya bahwa Dina adalah inspirasi sebenarnya di balik The Jungle Book. Tapi perlu dicatat, meskipun...
loading...

Misteri Kematian 9 Orang Pendaki Dalam Insiden Dyatlov Pass


Pada bulan Januari 1959, sembilan orang pendaki muda yang merupakan para pemain ski asal Soviet tewas dalam keadaan misterius saat melakukan pendakian melalui Pegunungan Ural yang kelak akan dikenal sebagai insiden Dyatlov Pass.
Igor Dyatlov

Sebuah kelompok dibentuk untuk ekspedisi ski melintasi Ural utara di Oblast Sverdlovsk, Uni Soviet.  Igor Dyatlov, seorang mahasiswa teknik radio berusia 23 tahun dari Institut Politeknik Ural yang saat ini bernama Universitas Federal Ural adalah yang bertugas sebagai pemimpin grup yang mengumpulkan 9 orang lainnya untuk melakukan perjalanan, sebagian besar dari mereka adalah pelajar dan juga merupakan teman di universitasnya. Kelompok itu beranggotakan 8 pria dan 2 wanita, adalah para pendaki dengan level grade II dan akan menerima sertifikasi Grade III saat mereka kembali dari pendakian.  Pada saat itu, grade tersebut adalah sertifikasi tertinggi yang berlaku di Uni Soviet, yang mengharuskan kandidat untuk melintasi 300 kilometer (190 mil). Tujuan ekspedisi adalah untuk mencapai Gora Otorten (yang berarti "Don't Go There”dalam bahasa Mansi) sebuah gunung dengan jarak 10 kilometer ke utara dari lokasi kejadian.  Rute ini, dinyatakan sebagai rute Grade III, yaitu rute yang paling sulit.

Kelompok ini tiba dengan kereta api di Ivdel sebuah kota di pusat provinsi utara Sverdlovsk Oblast pada dini hari tanggal 25 Januari 1959. Mereka kemudian naik truk ke Vizhai - sebuah desa yang merupakan pemukiman terakhir yang dihuni di bagian utara.  Saat menghabiskan malam di Vizhai, para pemain ski membeli dan memakan roti untuk menjaga tingkat energi mereka untuk pendakian pada hari berikutnya.

Pada 27 Januari, mereka memulai perjalanan menuju Gora Otorten dari desa Vizhai. Pada 28 Januari, salah satu anggota pendaki, Yuri Yudin, yang memiliki beberapa riwayat penyakit kesehatan (termasuk rematik dan cacat jantung bawaan) kembali ke desa karena sakit lutut dan persendian yang membuatnya tidak dapat melanjutkan pendakian.  Sembilan orang yang tersisa melanjutkan perjalanan.
Yuri Yudin

Buku harian dan kamera yang ditemukan di sekitar tempat perkemahan terakhir mereka bisa digunakan untuk melacak rute kelompok hingga hari sebelum kejadian.

Pada tanggal 31 Januari, kelompok itu tiba di tepi daerah dataran tinggi dan mulai bersiap untuk mendaki.  Di lembah berhutan mereka menyimpan kelebihan persediaan makanan dan peralatan yang akan digunakan untuk perjalanan pulang. Hari berikutnya (1 Februari), para pendaki mulai berjalan melewati Pass.  Tampaknya mereka berencana untuk melewati Pass dan membuat kemah untuk malam berikutnya di sisi yang berlawanan, tetapi karena kondisi cuaca yang memburuk - badai salju dan penurunan jarak pandang - mereka kehilangan arah dan menyimpang ke arah barat, menuju puncak Kholat Syakhl.  Ketika mereka menyadari kesalahan arah mereka, kelompok itu memutuskan untuk berhenti dan mendirikan kemah disana, di lereng gunung, daripada kembali lagi sejauh 1,5 kilometer (0,93 mil) menuruni bukit ke daerah berhutan yang bisa dijadikan tempat berlindung dari cuaca buruk. Dyatlov, sang pemimpin grup mungkin tidak ingin kehilangan ketinggian yang telah mereka daki, atau mungkin ia memutuskan untuk berlatih berkemah di lereng gunung.
Dubinina, Krivonischenko, Thibeaux-Brignolles, dan Slobodin

Sebelum keberangkatan mereka, Dyatlov berjanji akan mengirim telegram ke klub olahraga mereka segera setelah mereka kembali ke Vizhai.  Diharapkan ini akan terjadi selambat-lambatnya pada  12 Februari, atau mungkin lebih lama dari itu.  Ketika tanggal ke-12 berlalu dan tidak ada pesan yang diterima, keadaan masih biasa saja, karena keterlambatan beberapa hari adalah biasa dalam sebuah ekspedisi semacam itu.  Pada tanggal 20 Februari, keluarga para pendaki mulai meminta dilakukan usaha penyelamatan dan kepala institut mengirim kelompok penyelamat pertama, yang terdiri dari siswa sukarelawan dan guru.   Belakangan, pasukan militer dilibatkan menggunakan pesawat dan helikopter untuk melakukan operasi penyelamatan.

Ketika tubuh mereka ditemukan dalam beberapa minggu kemudian, terdapat luka-luka misterius dan mengerikan pada jasad mereka.  Ada diantaranya yang kehilangan matanya, ada yang kehilangan lidahnya, dan jasad mereka seperti tertabrak sesuatu dengan kekuatan yang sebanding dengan kecepatan mobil yang melaju kencang - tetapi tidak ada yang bisa memahaminya.

Pemerintah Soviet  dengan cepat menutup kasus ini dan hanya memberikan sedikit penjelasan yang mengatakan bahwa para pejalan kaki meninggal karena hipotermia karena mereka tidak sanggup melawan kondisi alam dan mungkin karena sesuatu seperti tertimpa longsoran salju .

Tetapi "penjelasan" itu tentu saja tetap tidak menjawab pertanyaan pertanyaan yang ada dibenak banyak orang tentang apa yang sebenarnya terjadi. Detektif amatir masih bingung tentang misteri Insiden Dyatlov Pass bahkan setelah 60 tahun berlalu.

Sementara itu pemerintah Rusia membuka kembali kasus ini pada tahun 2019, dan kita masih belum tahu persis apa yang terjadi di lereng gunung bersalju itu berpuluh puluh tahun yang lalu.

Para pendaki memasuki The Dyatlov Pass

Berdasarkan apa yang ditemukan dari kamera dan buku harian yang ditemukan di lokasi kematian para pendaki, para penyelidik dapat menyimpulkan bahwa pada tanggal 1 Februari, tim mulai melakukan perjalanan mereka melalui jalan yang tidak bernama yang mengarah ke Otorten.

Ketika iklim buruk menerjang, mereka dihantam badai salju yang menembus hingga lereng tersempit.  Berkurangnya jarak pandang menyebabkan tim kehilangan arah, dan alih-alih menuju ke Otorten, mereka secara tidak sengaja berbelok ke barat sehingga tanpa mereka sadari, berada di lereng gunung terdekat.

Gunung ini dikenal sebagai Kholat Syakhl, yang berarti "Dead Mountain" dalam bahasa Mansi, penduduk asli di wilayah tersebut.

Dyatlov memerintahkan timnya untuk mendirikan tenda disana sebelum melanjutkan pendakian.

Di lereng gunung yang sepi inilah kesembilan pendaki itu menemui ajalnya.

Pendakian yang menuju kematian

Pasukan penyelamat menyusuri Dyatlov Pass dan menemukan lokasi perkemahan mereka tetapi tidak ada pendaki disana. Kemudian tentara dan polisi pun dikirim untuk menyelediki apa yang terjadi pada tim yang hilang.

Ketika mereka tiba di gunung, para penyelidik tidak terlalu banyak berharap.  Meskipun kelompok itu terdiri dari pendaki berpengalaman, tapi rute yang mereka pilih sangat sulit, dan kecelakaan pada jalur gunung yang rumit ini benar-benar membahayakan.  Karena para pendaki telah lama hilang, para penyelidik berharap untuk  segera menutup kasus ini sebagai faktor kecelakaan di area yang berbahaya

Dan meski dugaan mereka benar, tapi itu hanya sebagian kebenaran saja.  Mereka memang menemukan mayat mayat pendaki - namun keadaan  jasad yang ditemukan itu hanya menimbulkan lebih banyak pertanyaan.  Dan pada 26 Februari, penemuan jasad pendaki membuka misteri sebenarnya dari Peristiwa Dyatlov Pass yang berlanjut hingga hari ini.

Jasad para pendaki ditemukan

Ketika regu penyelamat tiba di perkemahan, hal pertama yang mereka perhatikan adalah bahwa tenda telah robek yang nampaknya dilakukan dari arah dalam dan tenda itu dalam kondisi rusak parah.
Mikhail Sharavin, relawan yang menemukan tenda mengatakan, "Tenda itu setengah robek dan tertutup salju. Dan dalam keadaan kosong. Semua barang dan sepatu para pendaki telah ditinggalkan."

Mereka kemudian menemukan delapan atau sembilan pasang jejak kaki, dan jejak itu sepertinya adalah jejak kaki yang hanya memakai kaos kaki saja, jejak satu sepatu (tanpa ada pasangan) dan ada pula jejak telanjang kaki.  Jejak ini mengarah ke tepi hutan terdekat, hampir satu mil jauhnya dari tenda mereka.

Namun, setelah 500 meter, jejak ini tertutup salju.  Di tepi hutan, di bawah pinus Siberia besar, para pencari menemukan sisa-sisa pembakaran api kecil yang terlihat.  Ada dua jenazah pertama ditemukan, yaitu Yuri Krivonischenko, 23, dan Yuri Doroshenko, 21. Meskipun suhu saat itu berkisar −25 hingga −30 ° C, pada malam hari  kematian mereka, tubuh kedua pria itu ditemukan tanpa sepatu dan hanya mengenakan pakaian dalam.
Jasad Yuri Krivonischenko dan Yuri Doroshenko

Cabang-cabang di pohon itu patah dari ketinggian lima meter, menunjukkan bahwa salah satu pemain ski telah memanjat untuk mencari sesuatu.  Di antara pohon pinus dan tenda, ​​para pencari menemukan tiga mayat lagi:  sang pemimpin regu, Dyatlov, Zinaida Kolmogorova, 22, dan Rustem Slobodin, 23, yang tampaknya telah meninggal dalam posisi yang menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk kembali ke arah tenda.  Mereka ditemukan secara terpisah pada jarak 300, 480, dan 630 meter dari pohon.
Zinaida Kolmogorova
Rustem Slobodin

Walaupun segalanya tampak janggal, tapi para penyelidik menentukan penyebab kematian mereka. Semua pendaki, kata mereka, meninggal dunia karena hipotermia.  Tubuh mereka tidak menunjukkan indikasi kerusakan eksternal yang parah diluar apa yang ditimbulkan oleh hawa dingin.

Namun, dugaan ini mengabaikan fakta yang tidak bisa dijelaskan, mengapa kulit Doroshenko berwarna "coklat-kemerahan" atau mengapa ada busa abu-abu yang berasal dari pipi kanannya dan cairan abu-abu yang keluar dari mulutnya.  Lebih jauh lagi, ini tidak menjelaskan mengapa tangan kedua pendaki di bawah pohon pinus tergores dan cabang-cabang pohon di atas mereka patah seolah-olah kedua pria itu telah berusaha mati-matian untuk mencari perlindungan dari sesuatu atau seseorang di atas pohon.
Jasad Dyatlov
Jasad Kolmogorova.

Jasad Slobodin.

Sementara itu, Slobodin mengalami cedera kepala, seperti seseorang yang habis terjatuh yang kemudian dipukul kepalanya berulang-ulang. Sementara Kolmogorova memiliki memar berbentuk kotak panjang di tubuhnya.  Kedua pendaki ini serta yang lainnya yang ditemukan pada titik ini juga umumnya berpakaian minim dan saling memakai baju milik sesama pendaki. Yang akhirnya disimpulkan, mungkin mereka seperti sedang melarikan diri dari sesuatu yang secara tiba-tiba dan tanpa persiapan di malam yang membeku itu.

Ketika 4 mayat lainnya ditemukan dua bulan kemudian, misteri kematian mereka pun semakin dalam.

Menemukan 4 pendaki yang tersisa membutuhkan waktu lebih dari dua bulan. Mereka akhirnya ditemukan pada 4 Mei, terkubur salju setinggi 4 meter. Di dalam sebuah jurang  sedalam 75 meter, dengan lokasi lebih masuk ke arah hutan. Dan tubuh mereka tampaknya lebih banyak menyimpan  kisah-kisah yang lebih mengerikan daripada tubuh anggota yang telah ditemukan sebelumnya.

Tiga dari empat orang itu berpakaian lebih baik daripada jasad 1 orang lainnya, dan sepertinya smereka mengambil pakaian milik rekannya yang telah meninggal terlebih dahulu.

Jasad Lyudmila Dubinina

Lyudmila Dubinina
Nikolai Thibeaux-Brignolles, 23, mengalami kerusakan pada tengkoraknya, yang sepertinya terjadi sebelum kematiannya. Sementara Lyudmila Dubinina, 20, dan Semyon Zolotaryov, 38, mengalami patah tulang dada yang parah, yang hanya bisa disebabkan oleh kekuatan besar yang sebanding dengan sebuah kecelakaan mobil. Bisa dibayangkan kan?
Nikolai Thibeaux-Brignolles
Semyon Zolotaryov

Di bagian paling mengerikan dari Peristiwa Dyatlov Pass adalah Dubinina kehilangan lidah, mata, bagian dari bibirnya, serta jaringan wajahnya dan serpihan tulang tengkorak, sementara Zolotaryov kehilangan bola matanya.

Mereka juga menemukan mayat Alexander Kolevatov, 24, di lokasi yang sama tetapi tanpa luka yang serupa, meski kehilangan alis matanya.
Alexander Kolevatov

Jasad jasad ditemukan terakhir ini menunjukkan sebuah fakta, sepertinya para pendaki meninggal pada waktu yang berbeda karena bisa dilihat dari mereka yang tampaknya telah menggunakan pakaian orang-orang yang sudah mati sebelum mereka.

Dubinina memakai celana wol milik Krivonischenko, dan Zolotaryov ditemukan dengan mantel dan topi bulu milik Dubinina - menunjukkan bahwa mereka mengambil barang barang tersebut dari teman temannya yang sudah meninggal terlebih dahulu, sama seperti mereka mengambil pakaian dari Krivonischenko sebelumnya.

Mungkin yang paling misterius dari semuanya adalah bahwa pakaian Kolevatov dan Dubinina menunjukkan bukti adanya radioaktif.  Karena bukti ini, misteri  Dyatlov Pass tragedy hanya semakin membingungkan.

Para ahli berupaya untuk mengungkapkan bukti

Pemerintah Soviet menutup kasus ini dengan cepat dan hanya memberikan penyebab kematian yang samar-samar dan berspekulasi bahwa ketidakmampuan pendaki dalam bertahan hidup itu sendiri yang telah menyebabkan kematian mereka dan bahwa peristiwa alam adalah penyebabnya. Pemeriksaan resmi berhenti pada Mei 1959 sebagai akibat dari tidak adanya pihak yang bersalah.  File-file itu dikirim ke arsip rahasia.

Teori resmi yang akhirnya menimbulkan banyak hal yang tidak dapat dijelaskan. Menyebabkan lahirnya teori alternatif untuk Peristiwa Dyatlov Pass yang telah dikemukakan dalam enam dekade sejak peristiwa itu terjadi.  Ada yang terdengar rumit dan ada juga yang  lebih masuk akal.

Hipotesis suku Mansi

Awalnya, banyak orang Soviet juga curiga jika kematian para pendaki adalah akibat dari penyergapan oleh anggota suku Mansi setempat. Para penggembala rusa lokal di daerah itu, telah menyerang dan membunuh kelompok pendaki karena melanggar batas tanah mereka. Serangan mendadak sepertinya  menyebabkan para  pendaki meninggalkan tenda mereka, kepanikan, dan kerusakan yang terjadi pada jasad kelompok kedua yang ditemukan.
Suku Mansi

Beberapa Mansi diinterogasi, tetapi penyelidikan menunjukkan bahwa sifat kematian mereka tidak mendukung hipotesis ini.
Teori ini dibantah dengan cepat. orang-orang Mansi sebagian besar adalah orang orang yang mencintai kedamaian, dan di Dyatlov Pass sendiri tidak ada bukti yang mendukung  tentang pertarungan antar manusia.

Satu hal, kerusakan yang terdapat pada tubuh pendaki lebih dari sekedar luka akibat duel antar dua manusia, jika itu memang terjadi.  Dan tidak ada bukti jejak kaki di gunung selain jejak kaki  para pendaki itu sendiri.

Hioptesis longsoran salju

Para penyelidik juga memasukan peristiwa alam yang terjadi seperti longsoran salju yang hebat dan cepat akan menakuti para pendaki yang sedang berada di tenda mereka yang membuat panik dan dalam keadaan  belum berpakaian, membuat mereka berlari kencang menuju pohon.  Longsoran salju juga cukup kuat untuk menimbulkan cedera yang menewaskan kelompok kedua.

Tetapi bukti fisik dari longsoran salju tidak ada disana dan penduduk setempat yang akrab dengan lokasi kejadian kemudian mengatakan bahwa bencana alam semacam itu tidak masuk akal di Dyatlov Pass.

Ada juga fakta bahwa ketika para penyelidik menemukan mayat-mayat itu, mereka tidak mencatat bukti bahwa longsor telah terjadi kapanpun diwaktu itu di wilayah tersebut.

Selain itu, tidak ada longsoran salju yang pernah tercatat di lokasi itu sebelumnya dan juga tidak pernah ada sejak saat itu.

Selain itu, akankah para pendaki yang sudah berpengalaman membuat tenda di tempat yang rentan terhadap longsoran salju? Sungguh beresiko, dan mereka pasti tahu sekali akan hal tersebut.

Hipotesa longsoran salju adalah karakteristik dari sebagian besar teori yang dikemukakan pada hari-hari awal misteri: karena lebih menunjukkan solusi cepat, masuk akal secara dangkal untuk beberapa aspek teka-teki, tetapi gagal untuk dijelaskan kepada yang lain.

Hipotesis hipotermia

Beberapa orang mencoba menjelaskan perilaku aneh para pendaki dan minimnya pakaian yang mereka pakai dan membandingkannya dengan teori  tentang efek hipotermia.  Pemikiran dan perilaku yang irasional adalah tanda awal yang umum untuk orang yang terkena hipotermia. Ketika seorang korban mendekati kematian, mereka mungkin secara paradoks menganggap diri mereka terlalu panas - menyebabkan mereka melepas pakaian mereka.

Sedangkasn luka pada tubuh kelompok kedua, dalam peristiwa ini, disebabkan oleh jatuhnya sesuatu yang tajam dari tepi jurang.

Namun teori hipotermia tidak menjelaskan mengapa para pendaki meninggalkan tenda hangat mereka dalam kepanikan menuju luar yang justru sangat dingin.

Hipotesis Yeti

Meskipun teori pertarungan antar manusia secara efektif dikesampingkan sebagai penyebab di balik Insiden Dyatlov Pass  (meskipun ada teori bahwa KGB atau penjahat/pembunuh yang melarikan diri dari penjara, yang kemungkinan membantai mereka), beberapa orang mulai berteori tentang 'penyerang bukan manusia'.  Beberapa mulai mengklaim bahwa para pendaki dibunuh oleh 'menk', semacam yeti Rusia, untuk menjelaskan teori adanya kekuatan yang sangat besar yang diperlukan untuk menyebabkan cedera pada tiga pendaki.

Mungkin ini adalah hepotesa yang paling aneh hingga saat ini. Namun hepotesa ini dikemukakan dalam "Dokumenter" Discovery Channel pada Juni 2014, Russian Yeti: The Killer Lives.  Menurut siaran dokumentari tersebut pada tayangan perdananya mengatakan:

"Pada tanggal 2 Februari 1959, sembilan mahasiswa mendaki lereng salju Pegunungan Ural di Rusia tetapi tidak pernah berhasil kembali hidup-hidup.  Penyelidik tidak pernah mampu memberikan jawaban siapa - atau apa - yang menyebabkan tewasnya 9 orang pendaki.  Lima puluh lima tahun kemudian, penjelajah Amerika Mike Libecki menyelidiki kembali misteri - yang dikenal sebagai insiden The Dyatlov Pass - tetapi apa yang dia kemukakan benar-benar mengerikan ..."

"Mengikuti jejak bukti, Mike menemukan fakta bahwa para pejalan kaki itu tidak sendirian - sebuah foto, yang diambil oleh salah seorang pendaki sehari sebelum mereka meninggal yang menunjukkan bahwa mereka bertemu dengan Yeti."

Ya, betul sekali. Menurut Discovery Channel, kelompok Dyatlov menemui ajal mereka oleh sesosok makhluk Yeti, yang juga dikenal sebagai Manusia Salju (atau, bisa disebut dengan BigFoot).

Sudah lama dikabarkan bahwa makhluk mirip Yeti menghuni belantara Siberia dan Pegunungan Ural di sebelah barat, meskipun, makhluk berbulu ini kadang terlihat (menurut mereka yang pernah melihatnya), tapi tidak ada yang bisa menunjukkan bukti keberadaan mereka. Namun demikian, pembawa acara, Mike Libecki, mengatakan insiden Dyatlov Pass membuktikan bahwa makhluk itu memang nyata.

"Ketika aku menemukan fakta bahwa salah satu pendaki kehilangan lidah, aku langsung tahu, kalau itu bukan disebabkan oleh longsoran salju," kata Libecki.

"Sesuatu telah merobek lidah wanita ini."

Sesuatu yang bisa disimpulkan, hanya bisa dilakukan oleh sosok Yeti.  Sebagai bukti lebih lanjut, ia mempresentasikan dugaan foto Yeti (ditampilkan dalam tweet di bawah) yang diambil oleh anggota ekspedisi Dyatlov:

Diluar benar atau tidaknya bahwa itu adalah sosok Yeti tapi yang jelas, bahwa sosok di foto itu menyerupai manusia, seorang pria dewasa atau bisa kita sebut makhluk?

Teori ini diyakini oleh mereka yang fokus pada kerusakan wajah Dubinina.  Sementara sebagian besar menjelaskan jaringan wajah yang hilang sebagai akibat dari pembusukan yang disebabkan oleh jasad yang terendam parsial dalam aliran air di bawah salju.

Dan bagaimana dengan hipotesa 'bola api' yang muncul di langit di waktu kejadian?

Dilaporkan bahwa saksi mata di Ural utara melihat “bola api” yang bergerak cepat di langit malam sekitar waktu insiden Dyatlov Pass.  Diduga bahwa ini adalah uji coba rudal atau roket Soviet.  Apapun benda itu namanya, tapi 'bola api' itu seperti meledak atau memancarkan seberkas "energi" yang tidak bisa digambarkan secara langsung yang mungkin telah menyebabkan kematian para pendaki itu.
Poto yang diambil dari kamera milik Krivonischenko,
Yang menunjukkan suatu cahaya

Teori itu diusulkan oleh salah satu penyelidik asli dalam kasus ini, mantan jaksa penuntut umum bernama Lev Ivanov.  Tetapi teori bola api Ivanov ini bisa diandalkan jika memang bola api itu terjadi pada tanggal kejadian (2 Februari). Namun asumsi ini yang telah ditentang oleh penulis lain, pendaki gunung Rusia Evgeny Buyanov, yang mengatakan, ia tidak menemukan laporan yang dapat diverifikasi mengenai benda-benda yang muncul di angkasa di  Ural pada tanggal tersebut.

Namun ternyata, ada kelompok pendaki lain yang mendukung teori bola api ini. Karena saat kejadian, ada tim lain yang juga berkemah dengan jarak 50 kilometer jauhnya dari tim Dyatlov Pass pada malam yang sama.  Kelompok lain ini berbicara tentang warna oranye aneh yang melayang di langit di sekitar Kholat Syakhl - pengamat teori ini lah yang menafsirkan fenomena ini sebagai ledakan jarak jauh.

Hipotesisnya adalah bahwa suara senjata rahasia itu membuat para pendaki keluar dari tenda mereka dengan panik hingga ada yang keluar dengan hanya memakai pakaian dalam saja, kelompok pertama meninggal karena hipotermia ketika mencoba berlindung dari ledakan dengan menunggu di dekat batas pohon.

Kelompok kedua, setelah melihat kelompok pertama membeku, bertekad untuk kembali mengambil barang-barang mereka di tenda, tetapi menjadi korban hipotermia juga, sementara kelompok ketiga terperangkap dalam sebuah ledakan di dalam hutan dan meninggal karena luka-luka mereka.

Detektif lain menunjukkan laporan sejumlah kecil radiasi yang terdeteksi pada beberapa tubuh, yang mengarah ke teori liar bahwa pendaki telah dibunuh oleh semacam senjata radioaktif yang mungkin tengah melakukan pengujian rahasia.  Mereka yang mendukung gagasan ini berfokus pada kondisi tubuh mereka pada saat pemakaman. Tubuh para pendaki itu memiliki warna kulit sedikit oranye pucat.

Tetapi seandainya radiasi menjadi penyebab kematian, mungkin hipotesa ini akan segera didaftarkan ketika mayat-mayat itu diperiksa.  Namun rona oranye pada mayat tidak terlalu mengejutkan, mengingat kondisi dingin dimana mereka tergeletak selama berminggu-minggu dan menjadi mumi di cuaca dingin.

Lev Ivanov, kepala penyelidik Insiden Dyatlov Pass, mengatakan, "Aku menduga pada saat itu dan hampir yakin sekarang bahwa bola terbang berwarna terang ini memiliki hubungan langsung dengan kematian kelompok pendaki ini", ketika dia diwawancarai oleh sebuah surat kabar kecil Kazakh pada tahun 1990.

Namun faktor kerahasiaan di Uni Soviet memaksanya untuk meninggalkan jalur penyelidikan ini.

Hipotesis Infrasound

Hal yang sama berlaku untuk beberapa penjelasan ilmiah yang diusulkan dalam beberapa tahun terakhir.  Penulis Donnie Eichar menuliskan dalam bukunya di tahun 2013 Dead Mountain: The Untold True Story of the Dyatlov Pass Incident, misalnya, bahwa para pendaki mungkin telah dipicu histeria oleh gelombang infrasonik yang disebabkan oleh fenomena cuaca yang dikenal sebagai 'Kármán vortex street'.

Dalam istilah yang paling sederhana, Kármán vortex street adalah pola berosilasi yang muncul ketika fluida atau gas (dalam hal ini, angin) mengalir di sekitar objek yang berbentuk sesuai (dalam hal ini, fitur topografi: gunung).  Ketika mereka terjadi dalam skala yang begitu besar, pola angin ini secara teoritis dapat menghasilkan gelombang suara frekuensi sangat rendah yang berakibat bisa mempengaruhi fisiologis dan psikologis pada diri manusia.
Foto terakhir mereka sebelum ditemukan tewas

Eichar berpendapat bahwa fenomena seperti itu mungkin telah terjadi di bawah kondisi angin yang sangat tinggi di Kholat Syakhl pada malam kejadian. Gelombang infrasound  itu telah menyebabkan kepanikan hebat dan menyebabkan mereka melarikan diri dari tenda mereka yang nyaman menuju dinginnya udara luar hingga menemui kematian mereka.

Intinya, gelombang infrasonik yang menghasilkan efek suara frekuensi rendah menyebabkan gejala yang paling ringan, yaitu kepanikan yang ekstrem

Pada akhirnya, kematian para pendaki secara resmi dikaitkan dengan "faktor alam," dan kasus ini ditutup.

Kasus dibuka kembali

Namun pada tahun  2019, pejabat Rusia membuka kembali kasus itu untuk penyelidikan baru.  Namun kali ini, para pejabat mengatakan mereka hanya akan mempertimbangkan tiga teori: longsoran salju, lempengan salju, atau badai.  Dan kasus itu sekali lagi ditutup dengan kesimpulan yang tidak jelas bahwa tidak ada kegiatan kriminal yang terjadi.

Hingga saat ini, tragedi  Dyatlov Pass, secara resmi dan tidak resmi belum terpecahkan.

Penghormatan terhadap para pendaki

Lereng gunung tempat terjadinya tragedi dinamai Dyatlov Pass untuk menghormati ekspedisi yang diambil dari nama pemimpin grup mereka, Dyatlov. Sebuah monumen untuk sembilan pendaki pun  didirikan di Pemakaman Mikhajlov di Yekaterinburg.  Disanalah rahasia kebenaran yang sebenarnya dari apa yang terjadi malam itu di Dyatlov Pass terkubur selamanya.

Comments

Popular posts from this blog

Pengakuan Beth Thomas: "Child of Rage,' Seorang Anak Psikopat Yang Mengaku Ingin Membunuh Orang Tuanya

Dark Disney: Kisah Original Di Balik Cerita Klasik Disney - Sleeping Beauty

Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book