Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book

Image
Sebagian dari kita pasti sudah tahu cerita The Jungle Book, dengan tokoh anak kecil bernama Mowgli yang merupakan karya  terkenal Rudyard Kipling. The Jungle Book menceritakan kisah Mowgli: seorang anak laki-laki yang ditinggalkan oleh orang tuanya dan dibesarkan oleh serigala. Dimana dia hidup dan dibesarkan dalam dunia  hewan. Dia tidak pernah belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia lain. Kisah terkenal Kipling, yang keudian diadaptasi menjadi  film keluarga oleh Walt Disney, memiliki pesan yang membangkitkan semangat tentang penemuan jati diri dan harmoni antara peradaban manusia dan alam.  Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa kisah itu didasarkan pada peristiwa nyata yang tragis. Namanya Dina Sanichar, yang dikenal juga dengan sebutan “the Indian wolf-boy”, seorang anak laki-laki liar yang hidup pada abad ke-19 dan dibesarkan oleh serigala—banyak yang percaya bahwa Dina adalah inspirasi sebenarnya di balik The Jungle Book. Tapi perlu dicatat, meskipun kenyataannya, terk
loading...

Elizabeth Bathory, The Blood Countess, Benarkah Sekejam Kisahnya?

Apakah Elizabeth Bathory benar-benar menyiksa dan membunuh ratusan gadis muda yang tidak bersalah?  Atau apakah ada seseorang  yang memiliki kuasa yang telah menciptakan kengerian itu untuk merebut kekayaannya?

Pada 1602, desas-desus mulai beredar di sekitar desa Trenčín di Slovakia saat itu: gadis-gadis petani yang mencari pekerjaan untuk menjadi pelayan di Kastil Csejte tiba tiba menghilang.
Banyak yang mengatakan jika Countess Elizabeth Bathory adalah dalang dibalik menghilangnya para gadis tersebut.

Kisah-kisah tentang pembunuhan berantai sadisnya diverifikasi oleh kesaksian lebih dari 300 saksi serta bukti fisik dengan ditemukannya jasad para gadis yang mati dan dipenjarakan dengan mengerikan yang ditemukan pada saat penangkapannya. Kisah-kisah tentang dirinya yang digambarkan sebagai sosok  vampir (yang paling terkenal adalah cerita tentang sang Countess yang gemar mandi darah perawan untuk mempertahankan awet mudanya) umumnya tersebar bertahun-tahun setelah kematiannya dan kisah ini dianggap tidak valid. Kisahnya dengan cepat menjadi bagian dari cerita rakyat nasional, dan kisah tentang kejahatannya berlanjut hingga hari ini. Dia sering dibandingkan dengan Vlad the Impaler dari Wallachia (yang pada dasarnya dibandingkan dengan Count Dracula fiksi). Dan beberapa bersikeras jika kisahnya telah menginspirasi Bram Stoker's Dracula (1897), meskipun tidak ada bukti yang mendukung hipotesis ini. Julukan yang diberikan kepadanya adalah The Blood Countess atau Countess Dracula.

Masa kecil

Elizabeth Báthory lahir di Nyírbátor, Kingdom of Hungary, pada tahun 1560 atau 1561, dan menghabiskan masa kecilnya di Kastil Ecsed.  Ayahnya adalah Baron George VI Báthory dari keluarga Ecsed, sementara ibunya adalah Baroness Anna Báthory dari Transylvania.

Selama masa kecilnya, ia menderita beberapa kali kejang yang mungkin disebabkan oleh epilepsi. Pada saat itu, gejala yang berkaitan dengan epilepsi didiagnosis sebagai Falling Sickness dan saat itu perawatan untuk menyembuhkan epilepsi adalah dengan menggosok darah orang yang tidak menderita epilepsi ke bibir si penderita epilepsi. Ini mengarah pada spekulasi bahwa pembunuhan Elizabeth selama hidupnya nanti adalah bagian dari upayanya untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya sejak ia masih kecil;  Namun, tidak ada bukti kuat yang mendukung spekulasi tersebut.

Sebagai upaya lain untuk menjelaskan kekejaman Elizabeth di kemudian hari, banyak sumber mengatakan bahwa ia dilatih oleh keluarganya untuk menjadi kejam. Diantaranya adalah kisah dimana Elizabeth yang masih seorang anak ikut menyaksikan hukuman brutal yang dieksekusi oleh petugas keluarganya dan iapun diajari oleh keluarganya dengan ajaran Setanisme dan ilmu sihir juga sadomasokisme oleh salah satu bibinya. Sekali lagi, tidak ada bukti kuat untuk klaim ini.

Menurut cerita, konon Elizabeth Bathory juga memiliki ledakan kemarahan yang ekstrem dan sering melampiaskannya ke pelayan yang kebetulan berada di dekatnya.

Elizabeth dibesarkan sebagai seorang Protestan Calvinis.  Sebagai seorang wanita muda, ia belajar bahasa Latin, Jerman, Hongaria, dan Yunani. Dilahirkan di keluarga bangsawan yang istimewa, Elizabeth diberkahi kekayaan, pendidikan, dan kehidupan sosial yang luar biasa.

Pada usia 13 tahun, sebelum pernikahan pertamanya, Elizabeth diduga melahirkan seorang anak. Ayah anak tersebut diduga adalah anak dari seorang petani, yang kemudian diberikan kepada seorang wanita lokal yang dipercaya oleh keluarga Báthory. Wanita itu dibayar oleh keluarga Bathory dan yang kemudian membawa anak itu ke Wallachia. Bukti kehamilan ini muncul jauh setelah kematian Elizabeth melalui desas-desus yang disebarkan di kalangan petani;  oleh karena itu, validitas rumor sering diperdebatkan.

Pernikahan

Elizabeth kemudian bertunangan di usia 10 tahun dengan Ferenc Nádasdy, putra Baron Tamás Nádasdy de Nádasd et Fogarasföld dan Orsolya Kanizsay yang mungkin merupakan kepentingan politik dalam lingkaran aristokrasi.  Karena kedudukan sosial Elizabeth lebih tinggi daripada suaminya, ia menolak untuk mengubah nama belakangnya menjadi Nádasdy.  Pasangan itu menikah ketika Elizabeth berusia 15 (dan suaminya saat itu berusia 19) di istana Vranov nad Topľou pada 8 Mei 1575. Kira-kira 4.500 tamu diundang ke pernikahan mereka. Elizabeth pindah ke Kastil Nádasdy di Sárvár dan menghabiskan banyak waktu sendirian, sementara suaminya belajar di Wina.
Csejte Castle

Hadiah pernikahan Nádasdy kepada Elizabeth adalah Kastil Čachtice (Csejte dalam bahasa Hungaria). Kastil ini telah dibeli oleh ibunya pada tahun 1569 dan diberikan kepada Nádasdy yang kemudian diberikan ke Elizabeth. Mereka dikaruniai 4 orang anak.

Pada tahun 1578, Nádasdy menjadi komandan utama pasukan Hungaria, memimpin mereka untuk berperang melawan Ottoman.  Dengan suaminya pergi berperang, Elizabeth Báthory mengelola urusan bisnis dan perkebunan.  Peran itu biasanya termasuk tanggung jawab untuk orang-orang Hongaria dan Slovakia, bahkan memberikan perawatan medis.

Suami Elizabeth, Ferenc Nádasdy, meninggal pada tanggal 4 Januari 1604 pada usia 48 tahun. Meskipun penyebab penyakit yang membuatnya meninggal dunia tidak diketahui, tapi sepertinya penyakitnya telah diderita sejak 1601. Pada awalnya menyebabkan rasa sakit yang kemudian melemahkan kakinya. Sejak saat itu, ia tidak pernah sepenuhnya pulih, dan pada 1603 menjadi cacat permanen. Pasangan itu telah menikah selama 29 tahun.

Sebelum meninggal, Ferenc Nádasdy mempercayakan ahli waris dan jandanya kepada György Thurzo, yang pada akhirnya akan memimpin penyelidikan atas kejahatan Elizabeth.

Tuduhan kejahatan

Sejak itu, dugaan bahwa Bathory menyiksa pelayannya mulai menyebar.  Dan dugaan ini akan menjadi lebih dramatis pada tahun 1604 ketika suami Bathory meninggal.

Menurut saksi mata, pada saat itulah Elizabeth Bathory mulai membunuh korbannya, yang pertama adalah gadis-gadis miskin yang datang ke kastil untuk tujuan bekerja.  Tak lama kemudian, saksi mata mengatakan bahwa Elizabeth memperluas sasarannya dan mulai membunuh anak perempuan bangsawan yang dikirim ke Csejte untuk pendidikan mereka dan juga menculik gadis-gadis secara random.

Sebagai seorang wanita bangsawan yang kaya raya, Elizabeth tak tersentuh hukum selama enam tahun, sampai Raja Hongaria Matthias II mengirim perwakilannya yang tertinggi, György Thurzó, untuk menyelidiki keluhan masyarakat kepadanya.  Thurzo mengumpulkan bukti sekitar 300 saksi yang memiliki tuduhan yang sama rata dan benar-benar mengerikan terhadap sang Countess.

Dikatakan bahwa Thurzó pergi ke Kastil Čachtice setelah Natal pada tanggal 30 Desember 1610 dan menangkap Elizabeth sedang beraksi.  Thurzó menangkap Elizabeth dan empat pelayannya, yang dituduh sebagai kaki tangannya: Dorotya Semtész, Ilona Jó, Katarína Benická, dan János Újváry ("Ibis" atau Fickó).  Kaki tangan Thurzo dilaporkan menemukan seorang gadis tewas dan satu sekarat dan melaporkan bahwa seorang perempuan lain ditemukan terluka sementara yang lain dikurung.

Menurut arsip Budapest, Bathory membakar korbannya dengan setrika panas, memukul mereka sampai mati dengan tongkat,  jarum yang tersangkut di bawah kuku mereka, menuangkan air es ke tubuh mereka dan membiarkan mereka membeku sampai mati di luar,  menutupi tubuh korbannya dengan madu sehingga serangga bisa makan di kulit mereka yang terbuka;  menjahit bibir mereka dan menggigit daging dari dada dan wajah mereka.

Selain itu, saksi mata mengatakan Bathory suka menggunakan gunting untuk menyiksa korbannya.  Dia menggunakan alat potong bedah untuk memotong tangan, hidung, dan alat kelamin mereka.  Salah satu hiburan favoritnya, kata saksi mata, adalah menggunakan gunting untuk mengiris kulit di antara jari-jari korbannya.

Bahkan lebih dari sekedar tindakan kekerasan yang mengerikan, kisah-kisah supranatural juga muncul saat kita mendeskripsikan kisah menakutkan dari kejahatan Elizabeth Bathory yang menakutkan.

Pada saat investigasi Thurzó, beberapa menuduhnya melakukan kanibalisme, sementara yang lain mengaku melihatnya berhubungan seks dengan iblis.

Tuduhan yang paling terkenal - yang menginspirasi julukannya yang terkenal, Blood Countess, serta desas-desus bahwa dia adalah seorang vampir - menuduh bahwa Elizabeth Bathory mandi menggunakan darah para korbannya dalam upaya mempertahankan penampilannya agar awet muda.

Setelah mendengar tuduhan itu, Thurzó akhirnya menuntut Bathory atas kematian 80 gadis.  Yang mengatakan, salah satu saksi mengaku telah melihat buku yang disimpan oleh Bathory, dimana dia mencatat nama-nama semua korbannya - total 650.  Namun, buku harian ini tampaknya hanya mitos karena  belum pernah ditemukan.

Pengadilan

Raja Matthias mendesak Thurzo untuk membawa Elizabeth ke pengadilan dan menyarankan agar dia dijatuhi hukuman mati, tetapi Thurzo berhasil meyakinkan raja bahwa tindakan seperti itu akan berdampak buruk pada kaum bangsawan.  Motivasi Thurzo untuk intervensi semacam itu masih diperdebatkan oleh para ilmuwan.

Jumlah pasti korban Elizabeth Báthory tidak diketahui, dan bahkan perkiraan pun berbeda beda.  Selama persidangan, Dorottya Szentes dan Ficko melaporkan masing-masing ada 36 dan 37 korban, selama periode kerja mereka. Para terdakwa lainnya, Ilona Jó dan Katarína Benická, memperkirakan jumlah 50 atau lebih banyak lagi. Pekerja di puri Sárvár l memperkirakan jumlah jenazah yang dikeluarkan dari kastil berkisar antara 100 dan 200. Seorang pelayan yang berbicara di persidangan sebagai saksi mengatakan bahwa ia pernah melihat daftar lebih dari 650 nama korban, yang diduga adalah tulisan tangan Elizabeth sendiri. Karena angka 650 tidak dapat dibuktikan, jumlah resmi tetap di 80.  Keberadaan lokasi buku harian itu pun tidak diketahui, tetapi 32 surat yang ditulis oleh Elizabeth telah disimpan di arsip negara Hongaria di Budapest

Hukuman
Csejte castle
Ketika persidangan berakhir, para kaki tangan Elizabeth, dihukum mati segera setelah persidangan. Sementara Elizabeth dipenjara di Kastil Čachtice-nya sendiri dan ditempatkan di sel khusus berukuran kecil. Dia dikurung dengan dikelilingi bata di sebuah kamar, dengan hanya celah kecil dibiarkan terbuka untuk ventilasi dan lewatnya makanan. Dia tetap berada disana selama empat tahun sampai kematiannya.  Pada malam 21 Agustus 1614, Elizabeth mengeluh kepada pengawalnya bahwa tangannya dingin, lalu dia menjawab, "Tidak apa-apa, nyonya. Pergi saja berbaring."  Dia pergi tidur dan kemudian ditemukan mati keesokan paginya.  Dia dimakamkan di gereja Čachtice pada tanggal 25 November 1614, tetapi kemudian tubuhnya dipindahkan setelah warga tidak menerima seorang Blood Countess ada di tanah pemakaman mereka. Tubuh Elizabeth kemudian dikuburkan secara rahasia di tanah kelahirannya di Ecsed. Lokasi pemakamannya hingg hari ini tidak diketahui. Gereja Čachtice atau Čachtice castle tidak memiliki tanda-tanda tentang makamnya.

Benarkah Elizabeth Bathory seperti yang dikisahkan?

Tapi kasus Elizabeth Bathory mungkin tidak semenakutkan itu,  bahkan beberapa cendekiawan Hungaria mengatakan itu mungkin lebih dimotivasi oleh pengaruh orang lain dan keserakahan daripada kejahatannya sendiri. Ternyata Raja Matthias II berhutang budi kepada  Bathory, dimana konon ia berhutang yang cukup besar. Sedangkan Matthias tidak cenderung untuk membayar hutang itu, yang menurut para sejarawan mungkin telah mendorong langkahnya untuk menjatuhkan sang countess dan menolak semua  pembelaan dirinya di pengadilan.

Demikian juga beberapa sejarawan yang mengatakan bahwa saksi bisa saja memberikan kesaksian yang memberatkan, karena di bawah paksaan dan kemudian raja menyerukan hukuman mati sebelum keluarga Bathory dapat melakukan intervensi atas namanya.  Ini mungkin juga bermotivasi politik, karena hukuman mati berarti bahwa raja dapat merebut tanahnya.

Mungkin, kata para sejarawan, kisah nyata Elizabeth Bathory terlihat seperti ini: Countess memiliki tanah strategis dan sangat penting yang meningkatkan kekayaan keluarganya yang sudah sangat besar.  Sebagai seorang wanita yang cerdas dan kuat yang memerintah tanpa seorang pria di sisinya, dan sebagai anggota keluarga yang kekayaannya mengintimidasi raja, istana bertujuan untuk misi mendiskreditkan dan menghancurkannya.

Skenario kasus terbaik adalah bahwa Elizabeth memang menganiaya pelayannya tetapi tidak mendekati tingkat kekerasan yang dituduhkan pada persidangannya.  Kasus terburuk?  Dia adalah iblis penghisap darah yang dikirim dari neraka untuk membunuh gadis-gadis.  Hmmm, sebuah cerita yang menarik - walaupun kebenarannya masih diragukan.



Jika kamu menyukai kisah tentang Blood Countess, Elizaberh Bathory, coba juga untuk membaca kisah dari Madame LaLaurie, Sosialita Sadis




















Comments

Popular posts from this blog

Dark Disney: Kisah Original Di Balik Cerita Klasik Disney - Sleeping Beauty

Pengakuan Beth Thomas: "Child of Rage,' Seorang Anak Psikopat Yang Mengaku Ingin Membunuh Orang Tuanya

Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book