Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book

Image
Sebagian dari kita pasti sudah tahu cerita The Jungle Book, dengan tokoh anak kecil bernama Mowgli yang merupakan karya  terkenal Rudyard Kipling. The Jungle Book menceritakan kisah Mowgli: seorang anak laki-laki yang ditinggalkan oleh orang tuanya dan dibesarkan oleh serigala. Dimana dia hidup dan dibesarkan dalam dunia  hewan. Dia tidak pernah belajar bagaimana berinteraksi dengan manusia lain. Kisah terkenal Kipling, yang keudian diadaptasi menjadi  film keluarga oleh Walt Disney, memiliki pesan yang membangkitkan semangat tentang penemuan jati diri dan harmoni antara peradaban manusia dan alam.  Namun, hanya sedikit orang yang tahu bahwa kisah itu didasarkan pada peristiwa nyata yang tragis. Namanya Dina Sanichar, yang dikenal juga dengan sebutan “the Indian wolf-boy”, seorang anak laki-laki liar yang hidup pada abad ke-19 dan dibesarkan oleh serigala—banyak yang percaya bahwa Dina adalah inspirasi sebenarnya di balik The Jungle Book. Tapi perlu dicatat, meskipun...
loading...

Raya dan Sakina - Para Pembunuh Berantai Yang Menghantui Timur Tengah

Raya dan Sakina adalah dua pembunuh berantai, yang sangat terkenal di Mesir.

Raya dan suaminya Hasb-Allah, Sakina dan suaminya Mohamed Abd El-'Al dan dua lelaki lain Orabi Hassan, dan Abd El-Razik yossef, mulai membunuh wanita di lingkungan Labban, Alexandria pada awal 1900-an.  Polisi mulai disibukkan dengan meningkatnya laporan orang hilang.  Menurut catatan laporan kepolisian, warga yang hilang tersebut semuanya perempuan.

Dan para perempuan yang hilang tersebut diketahui sedang memakai perhiasan emas ataupun sedang membawa sejumlah besar uang.  Detail umum lainnya adalah banyaknya laporan yang mengatakan, para perempuan yang hilang ini, terakhir kali terlihat bersama kedua atau salah satu dari dua bersaudari itu, Raya atapun Sakina.

Para korban rata rata adalah pelacur yang dulu pernah bekerja di "rumah rahasia" (bordil) yang dikelola oleh Raya dan Sakina.  Sebagian besar korban mengenal Raya dan Sakina dan telah berteman dengan mereka selama bertahun-tahun.
Biasanya Raya dan Sakina akan pergi ke pasar dimana mereka akan menargetkan wanita yang memakai perhiasan paling banyak.  Mereka akan menarik perhatian mereka dengan menawarkan beberapa barang dari bea cukai dengan harga murah.  Kemudian mereka akan mengundang wanita itu ke rumah sewaan mereka untuk melihat barang-barang ini.
Setelah merayu seorang korban ke rumah, mereka akan menawarkan anggur dan minuman keras sampai korban mabuk.  Keempat pria (suami mereka dan dua ajudannya) itu kemudian akan menyerang korban.  Yang satu memegangi pergelangan kakinya, yang satu mencengkeram tubuh dan lengannya dan yang ketiga memegangi kepalanya dengan erat sementara yang keempat mencekiknya dengan memasukan kain basah di mulut dan hidungnya sampai dia berhenti bernapas.  Mereka kemudian akan merampoj perhiasan, uang, dan pakaiannya.  Setelah itu, mereka akan mencongkel ubin rumah, menggali lubang lalu mengubur korbannya dan memasang kembali ubin.
Raya and Sakina crime scene

Kedua saudari itu menjual perhiasan yang dicuri mereka ke toko perhiasan lokal, Ali Hasan, dan membagi rata uang tersebut.

Raya dan Sakina Ali Hammam dilahirkan dari keluarga miskin di sebuah desa terpencil di Mesir.  Informasi tentang masa lalu mereka masih sedikit, seperti yang ditulis oleh jurnalis Mesir, Salah Issa, yang menerbitkan buku berbahasa Arab tentang kasus ini pada tahun 2002.

Raya lahir pada tahun 1875 dan saudara perempuannya sekitar 10 tahun kemudian.  Ayah mereka pergi meninggalkan keluarganya entah kemana;  tidak ada info tetangnya.  Dua saudari itu tumbuh bersama ibu dan kakak laki-laki mereka, Abu al-Ala.  Sang ibu dikatakan sebagai seorang wanita yang sangat egosentris yang tidak mampu memberikan cinta pada anak-anaknya tapi saudara laki-lakinya adalah orang yang sangat baik namun sulit menemukan pekerjaan.

Dua bersaudari ini bekerja keras, biasanya di kafe-kafe atau menjual sayuran panggang.  Sakina sesekali melacurkan diri demi untuk mendapat buah dan sayuran.  Keluarga itu pun berpindah pindah sebelum menetap di desa Al-Zayyat, di delta Nil.

Setelah menikah dan bercerai, Sakina melarikan diri dari desa dengan kekasihnya.  Di kota Tanta, utara Kairo, ia bekerja selama beberapa bulan sebagai pelacur dan akhirnya pergi bersama, Muhammad Abdel-Aal yang saat itu masih menjadi kekasihnya ke Alexandria pada tahun 1913.
Tiga tahun kemudian, setelah menjadi janda, Raya juga tiba di Alexandria  dengan suami barunya, Hasaballah - yang merupakan saudara laki-laki suaminya yang sudah meninggal - dan seorang anak perempuan bernama Badia.

Dengan pecahnya Perang Dunia I dan krisis ekonomi yang melanda industri kapas Mesir - cabang pekerjaan utama negara itu - kedua pasangan memutuskan untuk mendirikan lokalisasi rahasia di rumah mereka. Tempat-tempat seperti itu tersebar luas di kota-kota besar Mesir, dimana pengunjung minum minuman keras dan menghisap ganja, beberapa juga memiliki pelacur.

Dua bersaudari  itu bersikeras bahwa tempat mereka melarang prostitusi dan perilaku tidak bermoral.  Untuk menghindari masalah dengan tetangga atau orang lain yang tidak menyetujui pendirian lokalisasi rahasia tersebut, mereka bergabung dengan preman lokal untuk perlindungan.

Mereka cukup makmur selama perang, tetapi setelah itu segalanya mulai menurun, di tengah meningkatnya agitasi nasional di Mesir.  Puncaknya terjadi ketika ada pemberontakan rakyat, pada bulan Maret 1919, yang menyerukan kemerdekaan dan penggulingan Inggris, dan ditandai dengan pemogokan dan jam malam.  Situasi ekonomi pasangan itu mulai memburuk dan mereka mulai mencuri makanan.  Hasaballah ditangkap dan dipenjara, dan istrinya, Raya, juga dipenjara selama enam bulan.  Kelompok itu mencari pekerjaan baru yang tidak layak dan menemukan ide untuk membunuh wanita yang memakai perhiasan emas yang kemudian bisa dijual.

Pada saat itu, rata-rata wanita Mesir tidak menyimpan uangnya di bank tetapi berinvestasi dalam bentuk perhiasan emas, yang mereka kenakan di leher, lengan dan pergelangan kaki. Wanita seperti itu adalah mangsa bagi Raya dan Sakina.

Pada pagi hari tanggal 11 Desember 1920, seorang pejalan kaki menemukan jasad manusia di sisi jalan;  tubuhnya rusak tanpa bisa dikenali (kecuali rambutnya yang panjang). Ada juga selembar kain hitam dan sepasang kaus kaki bergaris-garis hitam-putih di dekat jasadnya, namun barang-barang tersebut tidak dapat membantu untuk mengidentifikasi jenazah.  Dalam sebuah insiden yang sebenarnya tidak saling berhubungan, pada waktu yang hampir bersamaan di bulan Desember, seorang pria melaporkan telah menemukan jasad manusia di bawah lantai rumahnya saat ia menggali untuk memperbaiki pipa air.

Temuan-temuan itu memberikan satu-satunya bukti mengenai adanya pembunuhan di lingkungan Labban.  Setelah diselidiki, diketahui bahwa Raya dan Sakina telah menyewa rumah di samping kantor polisi El Labban, dimana mayat-mayat itu dikuburkan.  Raya dan Sakia juga berteman dengan para anggota polisi EL Labban.

Dalam setahun, dari November 1919 hingga November 1920, banyak wanita menghilang tanpa jejak di Alexandria. Polisi dibanjiri dengan keluhan tentang orang hilang.  Raya dan Sakina ditanyai beberapa kali, karena orang-orang mengklaim bahwa para korban terakhir terlihat bersama mereka, tetapi keduanya selalu dapat mengecoh mereka yang mencurigainya

Misteri itu diselesaikan hanya secara kebetulan. Setelah Sakina meninggalkan tempat yang disewanya, pemilik rumah tersebut memutuskan untuk memasang pipa air, dan mulai menggali, untuk mengantisipasi kedatangan tukang ledeng.  Dia terkejut oleh bau busuk dari dalam tanah. Dan ketika sekopnya menemukan sesuatu yang keras dia meraba-rabanya dan menyadari bahwa dia sedang  memegang tulang manusia.

Dalam waktu singkat polisi tiba di runah baru Sakina dan kemudian pergi ke rumah Raya, yang berbau dupa yang sangat kuat, mungkin dia mencoba untuk menutupi bau mayat.  Mereka berempat serta dua orang anak buah mereka pun ditangkap.

Investigasi berlangsung beberapa bulan, dengan masing-masing tersangka saling mengakui melakukan tindakan mengerikan itu.  Mungkin yang paling menyedihkan adalah anak perempuan Raya yang berusia 10 tahun, Badia  Dia sering menyaksikan melalui celah di dinding dan tahu apa yang dilakukan orangtuanya tapi mereka mengancam jika dia membuka mulutnya, maka dia akan mengalami nasib yang sama dengan para korban.

Setahun setelah penangkapan mereka, pengadilan pun mengadili Raya, Sakina dan suami mereka karena pembunuhan yang dilakukan mereka antara 20 Desember 1919 hingga 12 November 1920. Mereka telah membunuh 17 wanita. Keempatnya divonis mati dengan cara digantung pada 16 Mei 1921. Dan pada 21 Desember 1921, Raya dan Sakina pun di eksekusi dan menjadikannya (dua orang) wanita Mesir pertama yang dieksekusi oleh Mesir di era modern.
Raya dan putrinya Badia

Namun, kematian Raya dan Sakina meninggalkan kisah yang menyedihkan. Ada satu peristiwa yang oleh beberapa orang dikatakan sebagai yang paling mengerikan: kematian Badia, putri Raya.
Selama persidangan ibunya, dia ditempatkan di sebuah asrama, dan tiga tahun kemudian dia meninggal dalam kebakaran yang terjadi disana.  Beberapa menduga bahwa keluarga salah satu korban ibunya membakar asrama itu untuk membalas perbuatan ibu Badia.


Baca juga: Para Pembunuh Berantai Yang Menghantui Timur Tengah -Ramadan Abdel Rehim- Mansour

Mohammed Bijeh (aka Teheran Desert Vampire) - Para Pembunuh Berantai Yang Menghantui Timur Tengah

Comments

Popular posts from this blog

Pengakuan Beth Thomas: "Child of Rage,' Seorang Anak Psikopat Yang Mengaku Ingin Membunuh Orang Tuanya

Dark Disney: Kisah Original Di Balik Cerita Klasik Disney - Sleeping Beauty

Dina Sanichar, Anak Laki-Laki Yang Ditemukan Tinggal di Hutan Yang Menginspirasi Mowgli, The Jungle Book